Sunday, 24 November 2024
HomeBeritaSurat Terbuka Kepada Presiden Republik Indonesia

Surat Terbuka Kepada Presiden Republik Indonesia

Repost: Bung Saleh Abdullah.

Surat Terbuka Kepada Presiden
Republik Indonesia

Kepada Yang Terhormat,
Bung Joko Widodo di tempat.

Saya Saleh Abdullah, warga negara Indonesia, penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sejujurnya, bung adalah presiden pertama yang saya pilih dalam Pemilu periode pertama bung sebagai presiden, setelah sebelumnya saya selalu tidak menggunakan hak politik saya itu (Golput). Kenapa saya memilih bung, karena saya punya harapan ke bung, ketika itu. Alasan kedua karena saya lebih memilih supremasi sipil.

Tapi di periode kedua bung mencalonkan diri lagi, setelah mengevaluasi periode pertama bung, saya putuskan tidak memilih siapapun. Saya gunakan hak politik untuk tidak memilih.

Saya rakyat biasa, yang bekerja secara serabutan untuk bisa hidup. Saya menulis Surat Terbuka ini karena saya pernah punya peran sangat kecil dalam sejarah perubahan politik. Jujur saya sangat malu menyatakan ini. Tapi saya juga merasa didesak oleh tanggungjawab moral dan politik untuk menyatakannya. Karena bagaimanapun saya merasa pernah ikut mendorong perubahan politik, secuil apapun. Fakta itu sulit saya sembunyikan, bung. Dan kini bung berada di periode yang sudah berubah itu. Bung sudah berada di wilayah yang, dengan susah payah dan dengan segala risiko kami upayakan, dulu.

Dengan semua beban dan pikiran itu saya berharap bung bisa dan mau menggunakan Hak Prerogatif bung untuk menunda Pilkada secara nasional, sebelum kita benar-benar sudah berada dalam situasi aman terhadap ancaman Covid-19. Saya tidak perlu mengulang semua alasan yang sudah disampaikan para ahli otoritatif baik dari kalangan ahli kesehatan, saintis, dan tokoh-tokoh spiritual. Bung pasti juga sudah membacanya. Saya percaya itu.

Bung juga pasti tahu, bahwa saya bukan satu-satunya orang yang mendesak penundaan Pilkada. Bung pasti ikuti – ada banyak rakyat yang memberi suaranya bagi kekuasaan yang bung miliki saat ini – yang punya harapan sama dengan saya. Bung pasti sadar, bahwa bung dipilih oleh rakyat, bukan oleh ketua partai apalagi pemodal.

Sama seperti bung, saya juga memiliki sekian anak yang sudah dewasa dan memiliki hak politik. Kita adalah para orang tua yang pasti sangat mencintai semua keturunan darah kita itu. Sebagai orang tua, kita akan selalu berada di garda terdepan dalam membimbing mereka ke kehidupan yang aman, sehat, damai, dan sejahtera.

Politik selalu dalam dinamika dan proses yang bergerak, bung. Kalau hari ini tidak terjadi, masih sangat mungkin terjadi di lain hari. Selalu bisa ditunda, dibenahi, dan diperbaiki. Kehidupan akan baik-baik saja. Tapi penyakit mematikan yang menimpa kita atau keluarga kita, akan meninggalkan sesal berkepanjangan yang sangat mungkin akan susah kita lupakan. Anggota keluarga saya, sahabat, dan kerabat sudah banyak yang wafat karena penyakit ini, bung.

Buat saya, seorang negarawan yang hebat adalah dia yang bisa mengatasi krisis dengan baik dengan melahirkan keputusan-keputusan yang memberi rasa aman, sehat dan sejahtera, bagi rakyatnya. Bukan sebaliknya.

Begitulah surat ini saya buat dengan kesadaran penuh tanggungjawab. Saya sadar kalau harapan saya belum tentu akan terjadi. Karena itu, sekali lagi sebagai orang tua, saya akan menyarankan anak-anak dan keluarga saya yang sudah memiliki hak politik, agar tidak usah ikut memilih dalam Pilkada.

“A statesman is he who thinks in the future generations, and a politician is he who thinks in the upcoming elections.” (Abraham Lincoln).

Klarangan, Harjo Binangun, 05 Desember 2020.
Saleh Abdullah.
Penulis Senior

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here