Saturday, 23 November 2024
HomeBeritaOPINI : Sultan Sulèyman Khan Dan Paksaan Berjilbab

OPINI : Sultan Sulèyman Khan Dan Paksaan Berjilbab

Oleh: Johnny Pinot.

Kebetulan saya sedang menonton sinetron asal Turki, Magnificent Century judulnya. Belum selesai karena banyak sekali episodenya, sampai 139. Dan saya menontonnya saat ada waktu luang saja.

Magnificent Century atau Abad Kejayaan bercerita tentang masa masa kejayaan kesultanan Utsmaniyah/Ottoman saat dipimpin Sultan Suléyman Khan, Sultan ke 10 (1520-1566).

Saya suka film film bertema kerajaan. Nontonnya sambil buka buka Google, mencocok cocokkan isi cerita dengan sejarah.

Ada beberapa kali adegan perang kolosal jaman dulu, salah satunya saat perang melawan kerajaan Hungaria yang dimenangkan hanya dalam waktu 1 hari.

Tapi cerita lebih banyak berputar putar tentang kehidupan di dalam istana Topkapi. Bagaimana para selir berebut menarik perhatian sang Sultan. Intrik intrik, kebencian, dayang dayang dan sida sida yang disogok koin emas lalu berkhianat atau malah menjadi mata mata ganda. Belum lagi racun, guna guna dan pembunuhan hadir silih berganti.

Ternyata, kehidupan istana yang indah cuma ada dalam dongeng H.C. Andersen, atau di film film Disney.
Film film tentang kerajaan Jepang, Korea, China, Romawi, sama saja. Kita bisa belajar menjadi jahat dan licik setelah selesai menonton.

Tapi ada 2 hal yang ingin saya ceritakan dari film Turki yang saya tonton. Ada kaitannya dengan berita viral baru baru ini tentang murid SMK di Padang yang merasa dipaksa memakai jilbab di lingkungan sekolah.

Yang pertama, tak lama setelah merebut Hungaria, Sultan Suléyman bersabda, penduduk yang tidak suka padanya boleh meninggalkan kerajaan tanpa gangguan. Mereka yang mau tunduk, dibebaskan dari membayar pajak selama 2 tahun. Gereja tidak dirusak dan boleh dipakai orang Nasrani untuk beribadah.

Yang kedua, cerita tentang Isabella Fortuna, putri dari Castillé yang ditawan Sultan Suléyman. Suatu hari putri Isabella meminta pergi ke gereja. Alasannya dia ingin beribadah dan mengaku dosa. Hatinya merasa bersalah karena dicium paksa oleh Suléyman.
Ibrahim Paşa, tangan kanan Sultan  mengantar dan mengawal sampai ke dalam gereja, mungkin takut kabur.

Banyak kata kata penyemangat yang bilang kita harus bergerak maju dan tidak menoleh ke belakang.
Tapi untuk masalah kebebasan beragama, bolehlah kita mundur sedikit. Apa yang Sultan Turki ke 10 lakukan bisa dijadikan teladan. Negara boleh berperang, bahkan atas nama agama. Tapi memaksakan keyakinan pada orang lain itu hal yang berbeda.

Agama dan keyakinan setiap orang sudah selayaknya dihargai dan dihormati. Beribadah masih bebas di negeri ini, walau ada satu dua kali kasus pelarangan mendirikan rumah ibadah.

Sedih sekali rasanya. Negeri ini sedang terpuruk, tapi gaya berpakaian masih saja diributkan dan dipaksakan.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here