Tuesday, 7 May 2024
HomeKota BogorOPINI : Susi Susanti Love All The Movie, Menguak Sisi Gelap Tionghoa...

OPINI : Susi Susanti Love All The Movie, Menguak Sisi Gelap Tionghoa Indonesia

Bogordaily – Setelah nonton film Love All, barulah saya memahami beberapa informasi yang dulu belum saya ketahui, karena usia saya masih relatif remaja.

Jadi berikut ini beberapa point yang saya peroleh sekaligus saya review.

1. Pelatih awal yang membuat Lin Dan (pemain terbaik dari RRC) jadi juara dunia berkali-kali adalah eks pemain Indonesia yang karena masalah politik Indonesia-Cina harus pergi ke RRC. Nama beliau Tong Sinfu. Ia pernah dipanggil Menpora saat itu untuk datang ke Indonesia saat Orde Baru dan melatih pemain Indonesia. Pak Tong ini yang juga melatih Alan Budikusuma, Ardi B. Wiranata, Hendrawan, dkk berjaya di Olimpiade 1992. Beliau akhirnya hengkang ke RRC lagi karena keinginannya untuk mengubah status kewarganegaraan menjadi WNI selalu ditolak.

2. Pelatih pun eks pemain Indonesia yang harus pergi ke RRC ketika usia 15 tahun. Ia dipanggil pulang ke Indonesia dengan harapan dapat melatih tim puteri Indonesia. Terbukti Susi jadi juara dunia berkat Ci Xia (Liang Chiu Xia). Status kewargenegaraan pun tidak jelas, pengajuan selalu ditolak padahal ibunya tinggal di Indonesia.

3. Ketika Susi dan Alan meraih di Olimpiade Barcelona 1992 pun ternyata belum jadi WNI. Saya dulu pikir hanya kasus masalah WNI di kalangan pebulutangkis hanya si Hendrawan saja, ternyata seniornya juga begitu. Sewaktu konferensi pers untuk persiapan Olimpiade di Atlanta 1996 baru Susi membuka di depan publik bila statusnya dan calon suaminya masih bukan WNI dan entah kapan dapat disetujui. Pengajuan sudah berkali-kali bahkan pengurusan rencana pernikahan saja harus terjegal karena urusan SBKRI. Setelah melakukan protes barulah urusan mereka mulus jadi WNI.

Urusan SBKRI ini memang sudah jadi rahasia umum jadi ladang panen untuk mengeruk uang sebanyak mungkin dari ras Tionghoa yang ingin segera membuat surat WNI. Bagi yang idealis, tentu akan perlu waktu puluhan tahun untuk jadi WNI sampai malas mengurusnya.

4. Puncaknya adalah saat kerusuhan 1998. Saat Susi dkk bertanding Thomas dan Uber Cup di Hong Kong. Tim Indonesia dicerca penonton negara lain karena perusuh yang melakukan pelanggaran HAM terhadap etnis Tionghoa. Namun ironisnya, Susi dkk adalah etnis Tionghoa Indonesia yang mengalami kekerasan dan rundungan itu sendiri di Indonesia. Keluarga mereka di Indonesia tak luput dari korban jarahan dan pengrusakan. Walaupun hidup mereka bagai komedi, tapi mereka bertanding dengan profesional bahkan meraih juara utama Thomas Cup di tengah rundungan dari negara lain dan negara sendiri!!

Nonton film Susi memang tak bisa menyangkal isu kewarganegaraan, isu profesionalitas dalam olahraga, pembinaan masa depan atlet setelah pensiun, dan nasib di Indonesia saat ini. Angkatan banyak yang pergi dari Indonesia dan menjadi pelatih di negara lain. Sejarah kembali mengulang kejayaan Pak Tong Sinfu yang akhirnya melahirkan juara dunia Cina, Lin Dan, maka pemain eks Indonesia era yang sudah jadi pelatih di luar negeri pun banyak mencetak juara-juara dunia baru di negara tempat mereka melatih. Sebut saja Ardi B. Wiranata, Rexy Mainaki, Mia Audina, dan banyak lainnya yang meneruskan karier sebagai pelatih di negara luar. Kadang lucu melihat pemain Indonesia melawan pemain Malaysia yang ternyata pelatihnya adalah mantan atlet Indonesia.

Dalam film ini juga menampilkan lengsernya Presiden Soeharto yang sebenarnya tidak terlalu ada urusannya dengan masalah atlet.

Tapi sepertinya tim produser (salah satunya Daniel Mananta) ingin menampilkan isu minoritas yang kental di era Orde Baru. Di kala itu etnis Tionghoa dilarang menunjukkan ke-Tionghoa-annya sehingga harus segera mengurus surat ganti nama, SBKRI.

Tapi mengurus surat pun tak mudah. Di era Orde Baru ini juga saya tafsirkan (setelah nonton ini dan kenapa harus ada Pak Soeharto di sini, termasuk pembicaraan pribadi Pak Soeharto dengan Susi melalui telepon ketika persiapan Susi ke Olimpiade 1992) : Tionghoa dipersilakan tinggal di Indonesia asal meninggalkan identitas etnisnya, dan harus mau digunakan sebagai ALAT untuk Indonesia dalam aspek ekonomi, olahraga, pendidikan, dan teknologi. Persyaratan yang sebenarnya sudah dipenuhi etnis Tionghoa dengan profesional.

Terbukti kenyataannya etnis Tionghoa Indonesia terkenal di Asia sebagai penduduk yang mampu berbahasa nasional dengan baik, berasimilasi dengan bahasa daerah yang sangat fasih, termasuk asimilasi kebudayaan, pendidikan dan nasionalisme yang tinggi.

Jarang ada ras Tionghoa yang senasionalis etnis Tionghoa Indonesia di negara lain. Namun tetap status WNI dibuat tak jelas dan jadi kambing hitam masalah kesenjangan ekonomi sosial.

Nonton film Susi di era digital ini memang membawa memori tahun 80-an yang divisualisasi dengan baik.

Tujuan film ini sejatinya memberikan inspirasi untuk atlet masa kini, tapi entah apakah kita mampu menemukan pengganti Susi. Isu pelatihan dan perekrutan tetap jadi masalah di Indonesia. Masalahnya apa? Kebetulan tidak dibahas di film ini tapi semua tahu kalau urusan begini tidak terlepas dari korupsi.

Kembali lagi kepada isu nasionalisme dan prinsip olahraga bulutangkis yang ditampilkan di film ini : Siapa yang ingin prestasi olahraga Indonesia menjadi nomor satu? Siapa yang mampu membawa Indonesia menjadi harum di kancah olahraga dunia? Dialah yang justru punya semangat nasionalisme terlepas dari apapun etnisnya.

Dunia olahraga bulutangkis mengawali pertandingan dengan istilah Love All (posisi 0-0) yang mengingatkan semua perjuangan pertandingan berawal dari semangat kasih. Kasih terhadap tim, kasih terhadap musuh atau lawan tanding, dan tentu saja kasih terhadap negara dan dunia.

Kesimpulan : Film ini recommended banget. itu bukan hanya legend Indonesia, karena duniapun mengakuinya.

Sifat keuletan dan law of attraction yang diterapkan dalam visi meraih medali terlihat jelas dan patut dicontoh.

Oleh: Femi Khirana.
Brand and Content Strategist for Socmed, Web and BTL di Mimiland Club. Tinggal di Surabaya***

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here