BOGORDAILY – Ada yang berubah di kawasan Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat, yang selama ini sangat dikenal sebagai kawasan Markas Front Pembela Islam (FPI) yang sudah resmi dibubarkan Pemerintah pada Rabu (28/12/2020).
Perubahan pasca pembubaran FPI tersebut, dimana pihak Kepolisian, TNI, dan pihak Kelurahan Petamburan membangun posko baru di depan Jalan Petamburan III.
Pembangunan posko sudah dilakukan sejak Kamis (31/12/2020) oleh sejumlah petugas PPSU Kecamatan Tanah Abang.
Kapolsek Tanah Abang, Kompol Singgih Hermawan menjelaskan, Posko 3 Pilar Jalan Petamburan III itu, dibangun untuk dapat melakukan kegiatan kemasyarakatan di sekitarnya.
Singgih menegaskan, pembangunan posko itu pada prinsipnya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di Jalan Petamburan III.
Dari posko itu, 3 pilar akan melakukan patroli untuk memantau kondisi di Petamburan III, agar tak ada lagi aktivitas FPI di wilayah tersebut.
Ketua Umum DPP Dulur Ganjar Pranowo (DGP ), Raden Zieo Suroto, mendukung sepenuhnya keputusan pihak Kepolisian, TNI dan Kelurahan yang mendirikan Posko 3 Pilar di Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat, dengan tujuan untuk pengawasan terhadap kepatuhan FPI tidak melakukan aktivitas apa pun.
“Memang sudah seharusnya keputusan hukum tentang pembubaran FPI, dikawal ketat di lapangan, baik oleh aparat negara maupun masyarakat luas,” kata Raden Zieo Suroto, Sabtu (02/01/2021).
Tindakan tersebut, kata Raden Zieo Suroto, merupakan implementasi dari keputusan yang diambil pemerintahan Joko Widodo, yang sudah demikian lama dinanti-nanti masyarakat di seluruh negeri ini, yaitu Nawacita nomor 1 Negara Hadir.
“Negara harus hadir dan bertindak tegas terhadap komunitas apapun yang berusaha memecah-belah keutuhan, rasa kebersamaan, mengganggu rasa kenyamanan dan keamanan, apalagi yang bertindak anarkis dan intoleran. Pembubaran FPI, menjadi momentum bangkitnya rasa toleransi yang tinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara harus hadir untuk memutus mata rantai komunitas bar-bar,” kata Raden Zieo Suroto.
Namun, Raden Zieo Suroto menyampaikan saran, pasca dibubarkannya organisasi FPI, kiranya para mantan anggota FPI maupun para simpatisannya jangan diperlakukan seperti saat rezim otoriter Orde Baru (Orba) dulu.
“Saran saya, di zaman demokrasi saat ini, tetaplah diterapkan bahwa hak tiap warganegara adalah sama di hadapan hukum. Hal tersebut harus tetap dijunjung tinggi, demikian juga terhadap mereka para mantan anggota PKI, HTI ataupun FPI dan organisasi-organisasi terlarang lainnya,” katanya lagi.
Bayangkan, kata Raden Zieo Suroto, di zaman rezim otoriter Orba (Soeharto) dulu sampai-sampai di nomor KTP saja dibuat kode khusus yang menunjukkan indentitas sebagai mantan anggota PKI ataupun simpatisan. Bahkan sampai turun ke anak-cucu. Memangnya apa dosa politik si anak dan si cucu terhadap negara ??
“Itu semua bertujuan untuk menghilangkan banyak hak dasar mereka sebagai warganegara. Misalnya, di era itu mereka semua tak akan bisa jadi Pegawai Negeri ataupun Polisi/TNI. Juga tak bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri. Keji nian memang di era itu. Kita tidak ingin hal yang sama diperlakukan kepada para mantan dan simpatisan FPI ini,” kata Raden Suroto.
Sementara itu, Penasehat Dulur Ganjar Pranowo (DGP), Sabar Mangadoe menyatakan dukungan untuk tidak melakukan tindakan ataupun perlakuan terhadap mantan dan simpatisan FPI, seperti yang diperlakukan kepada mantan maupun simpatisan PKI atau organisasi terlarang lainnya di masa Orba dulu.
“Saya setuju, pokoknya jangan sekalipun kita ulangi era kegelapan cara-cara 32 tahun rezim otoriter Orba atau Soeharto dulu itu. Kini kita semua harus bersikap dan bekerja dengan sabar namun revolusioner dalam membangun sistem dan budaya demokrasi sesuai dengan Konstitusi kita sendiri, yaitu Pancasila dan UUD 1945,” tandas tegas Sabar Mangadoe. (Egi)