Bogordaily.net – Mengingat masih tingginya penyebaran corona virus disease (Covid)-19 di Indonesia, pemakaian 3 jenis masker masih jadi cara yang paling gencar di sosialisasikan.
Sejak Senin, 21 September 2020 pemerintah telah menyerukan pemakaian masker sesuai 3 jenis tersebut, dengan alasan faktor rongga dalam bahan masker.
Bahan masker dibagi ke dalam kelompok berdasarkan mampu atau tidaknya ditembus virus corona tersebut.
Saat itu, Kementerian Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr. Achmad Yurianto merekomendasikan masker N95, masker bedah, dan msker kain.
Hanya saja, tidak sembarang masker kain yang aman digunakan untuk menghindari virus corona.
Yurianto menyeru agar masker kain yang banyak dipakai masyarakat tidak boleh sembarangan dengan kain tipis seperti masker scuba dan buff.
Selain itu, masker kain selama maksimal dipakai selama 3 jam setelah itu ganti dengan masker yang bersih.
“Tidak ada masker buff atau masker scuba, karena begitu masker tersebut ditarik pori-porinya akan terbuka lebar. Masker tersebut tidak memenuhi syarat,” jelasnya.
Sementara, kata dia, tidak dipungkiri bahwa masker N95 yang sering dipakai paramedis lebih aman karena bahan yang dipakai sudah disesuaikan.
“Saya sering mengatakan masker itu ada tiga, pertama masker N95, ini memang sudah standar yang tinggi karena dipakai petugas-petugas kesehatan yang langsung berhadapan dengan virus di laboratorium. Kemudian masker bedah yang biasa dipakai tenaga medis, dan ketiga masker kain,” katanya.
Yurianto pun membagi risiko ke dalam 4 tingkatan, yakni yang pertama, apabila seseorang yang membawa virus tidak menggunakan masker dan melakukan kontak dekat dengan orang rentan maka kemungkinan penularan mencapai 100 persen.
Kedua, orang yang sakit pakai masker, sementara kelompok rentan tidak memakai masker maka potensi penularan mencapai 70 persen.
Ketiga, orang sakit pakai masker, sementara orang sehat tidak pakai masker maka tingkat penularannya hanya 5 persen.
Keempat, jika keduanya pakai masker, maka potensi penularan hanya 1,5 persen.***