Thursday, 18 April 2024
HomeBeritaPHRI Protes PP Nomor 56 Tahun 2021

PHRI Protes PP Nomor 56 Tahun 2021

Bogordaily.netPerhimpunan dan Restoran Indonesia (PHRI) protes peraturan pemerintah (PP) mengenai royalti lagu dan musik yang juga berdampak bisnisnya disamaratakan  seperti karauke dan konser musik.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Beleid ini diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 30 Maret 2021 dan musik dianggap memiliki nilai komersial.

“Seharusnya ada grouping, tidak bisa disamaratakan,” kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran saat dihubungi di Jakarta, , 8 April 2021 dikutip Bogordaily.net dari tempoco.

Dikatakan Maulana, PP  pada Pasal 3. Dalam pasal tersebut, disebutkan 13 daftar layanan publik yang bersifat komersial. Mulai dari seminar, restoran, kafe, konser musik, pesawat udara, sampai kamar .

Maulana menegaskan PHRI sebenarnya tidak pernah keberatan terhadap pungutan royalti atas penggunaan lagu. Sebab, pungutan royalti selama ini juga sudah berjalan setelah ada kesepakatan dengan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sejak 2016.

Kesepakatan ini, kata dia, adalah implementasi dari UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sehingga, Maulana menilai ketentuan royalti dalam PP 56 tersebut bukanlah hal baru dan pembayaran royalti juga sudah dilakukan.

Tapi dalam PP 56 ini, dan restoran kemudian dianggap memiliki nilai komersil yang sama dengan layanan seperti usaha karaoke yang memang menggunakan musik.

Sehingga, konsekuensi yang bisa muncul adalah pembayaran royalti oleh dan restoran bisa menjadi lebih besar dibandingkan nilai kesepakatan dengan LMKN di tahun 2016.

Maulana mengingatkan, penggunaan musik di dan restoran sifatnya masih menjadi pilihan. Ada yang memutar lagu dan ada yang tidak, tergantung kelas dari restoran dan hotelnya.

Maulana mencontohkan -hotel kecil yang sama sekali tidak menggunakan musik. “Kalau tanpa musik, kan masih tetap bisa buka,” kata dia.

Sehingga, Maulana menilai harus ada pembedaan nilai komersil antara hotel dan restoran dengan layanan publik lainnya. Selain itu, harus ada ketentuan yang jelas mengenai mekanisme pungutan royalti ini bagi hotel dan restoran yang menggunakan musik, dan yang tidak.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here