Bogordaily.net – Data di Kota Bogor, lonjakannya luar biasa. Sudah berada dikisaran 300-an kasus per hari dan yang masih sakit 3.023 kasus.
Wali Kota Bogor Bima Arya meminta pemerintah pusat untuk mengeluarkan kebijakan yang lebih ketat dalam mengendalikan laju kasus Covid-19 yang makin tak terkendali.
Terlihat dari data tingginya angka kasus positif, meningkatnya angka kematian, hingga tenaga kesehatan yang bertumbangan karena terpapar.
“Situasi Covid-19 sudah sangat mengkhawatirkan. Sudah nyaris melampaui kapasitas kita semua untuk menangani kalau tidak ada langkah-langkah yang luar biasa. BOR kita di banyak rumah sakit hampir full. Di RSUD sendiri sudah hampir 100 persen,” ujar Wali Kota Bogor, Bima Arya, Minggu 27 Juni 2021.
Kemudian Bima menambahkan, persentase kenaikan kasus konfirmasi positif minggu ini sebesar 78 persen. Sedangkan kasus kematian naik 125 persen dibandingkan pekan sebelumnya.
Bima Arya menyampaikan, tenaga kesehatan di Kota Bogor yang terpapar dan masih sakit sampai saat ini ada 336 orang dari total 11.214 orang.
“Dan ini kasus aktif, persentasenya terus naik. Jadi sekali lagi, angka-angka ini mengkhawatirkan,” katanya
Artinya, sambung Bima Arya, asumsi dan perhitungan tidak akan sama lagi karena kemungkinan berubah.
“Varian baru bermunculan, kecepatan penyebaran dengan segala variannya mungkin tidak bisa diimbangi dengan vaksinasi, termasuk juga penambahan kapasitas tempat tidur ini tidak bisa mengimbangi jumlah nakes yang terpapar,” jelasnya.
Selanjutnya, Bima mengungkapkan, kebijakan reaktif dan insidental seperti pelarang mudik, pembatasan mobilitas, realitanya memang sulit dijalankan dengan maksimal di lapangan.
“PPKM yang kita terapkan sekarang ini terlihat belum maksimal untuk mengatasi persoalan yang semakin berat. Akan lebih efektif apabila diterapkan bersamaan dengan pembatasan yang lebih ketat lagi dalam kebijakan yang lebih makro,” paparnya.
Dalam skala wilayah kewenangan Pemerintah Daerah sangat terbatas dalam memperkuat kebijakan pembatasan yang dimaksud.
“Kita tidak mungkin bisa melakukan pembatasan jam operasional, jam kantor, dan lain-lain, karena itu kewenangan pusat. Tanpa instrumen kebijakan di tingkat nasional, maka kita akan sulit mengupayakan langkah-langkah yang masif dalam membatasi mobilitas warga,” terangnya.
Terlebih lagi, Bima Arya menyatakan, Pemkot Bogor sudah melakukan beberapa langkah strategis seperti penambahan tempat tidur minimal 30 persen di seluruh RS, dan dalam beberapa hari lagi akan mengaktivasi RS Lapangan dan mengaktivasi pusat isolasi berbasiskan masyarakat di tiap kelurahan.
“Pemkot juga memutuskan untuk melakukan kebijakan WFH 100 persen bagi ASN. Seluruh kantor pemerintahan distop dulu. Kecuali sektor-sektor atau Dinas yang langsung berfungsi untuk melayani publik, seperti Dinkes dan lain sebagainya. Ini sedang kita siapkan,” ucapnya.
“Saya kira pemerintah pusat harus berani mengambil langkah-langkah kebijakan yang lebih ketat, mungkin tidak dipukul rata secara nasional tapi bisa diberlakukan sesuai kedaruratan wilayahnya,” tambahnya.
Untuk itu, mengenai konsekuensi logistik atau pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, Bima Arya menuturkan, bahwa setiap pemerintah Kota atau daerah pasti bisa mengambil langkah sebagai konsekuensi dari kebijakan nasional tersebut.
Misalnya dengan melakukan refocusing, realokasi anggaran, alokasi bansos dalam keadaan darurat.
“Jadi, kalau kita berikan waktu bagi warga untuk bersiap-siap, jadi tidak serta merta kita umumkan besok pembatasan berskala besar, tetapi kita lakukan dalam waktu yang bisa dipersiapkan dulu,” katanya.
Pemkot Bogor melakukan pendataan, buruh harian lepas yang kehidupannya sangat tergantung dari kerja harian.
Kemudian pemerintah bisa memobilisasi dana dari warga mengaktivasi dapur umum, lumbung pangan dan lain sebagainya.
“Jadi saya kira semuanya perlu diperhitungkan dengan cermat, tetapi poinnya adalah dari data menunjukan bahwa kita harus mengambil langkah kebijakan yang lebih tegas, lebih ketat, di tingkat yang lebih makro. Kalau tidak maka korban akan semakin banyak berjatuhan,” pungkasnya.***