Monday, 29 April 2024
HomeBeritaMasih Pandemi, Pemerintah Tidak Memberangkatkan Jemaah Haji 1442 H

Masih Pandemi, Pemerintah Tidak Memberangkatkan Jemaah Haji 1442 H

Bogordaily.net – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memastikan bahwa pemerintah tidak memberangkatkan jemaah 1442 H/2021 M. Menurutnya, di tengah pandemi -19 yang malanda dunia, kesehatan, dan keselamatan jiwa jemaah lebih utama dan harus dikedepankan.

“Karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah, Pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jemaah ,” tegas Menag dalam telekonferensi dengan media di Jakarta, Kamis (3 Mei 2021), seperti dikutip dari Humas Kemenag.

Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto, ikut menghadiri siaran Pers Kementerian Agama serta sejumlah perwakilan dari Kemenkes, Kemenlu, Kemenhub, BPKH, Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah, Forum Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah, serta perwakilan dari MUI dan Ormas Islam lainnya.

“Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M,” sambung Gus Yaqut, sapaan akrab Menteri Agama.

Menag menegaskan bahwa keputusan ini sudah melalui kajian mendalam. Kemenag sudah melakukan pembahasan dengan Komisi VIII DPR pada 2 Juni 2021.

Mencermati keselamatan jemaah haji, aspek teknis persiapan, dan kebijakan yang diambil oleh otoritas pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII DPR dalam simpulan Raker tersebut juga menyampaikan menghormati keputusan yang akan diambil Pemerintah.

“Komisi VIII DPR dan Kemenag, bersama stake holder lainnya akan bersinergi untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi publik yang baik dan masif mengenai kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1442 H/2021 M,” ujar Menag.

Kemenag juga telah melakukan serangkaian kajian bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, dan lembaga terkait lainnya.

“Semalam, kami juga sudah menggelar pertemuan virtual dengan MUI dan ormas-ormas Islam untuk membahas kebijakan ini. Alhamdulillah, semua memahami bahwa dalam kondisi pandemi, keselamatan jiwa jemaah harus diutamakan. Ormas Islam juga akan ikut mensosialisasikan kebijakan ini untuk kepentingan jemaah,” ungkap Menag.

“Atas dukungan Komisi VIII, K/L terkait, dan juga ormas Islam, saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya,” ujar Menag.

Pemerintah menilai bahwa pandemi -19 yang masih melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah.

Terlebih lagi jumlah kasus baru -19 di Indonesia dan sebagian negara lain dalam sepekan terakhir masih belum menunjukan penurunan yang signifikan.

Misalnya kasus harian di Indonesia dari tanggal 26 hingga 31 Mei,  rata-rata masih di atas 5.000. Ada sedikit penurunan pada 1 Juni 2021, tapi masih di angka 4.824.

Sementara itu, kasus harian di 11 negara pengirim jemaah terbesar per 1 Juni juga relatif masih tinggi dengan data sebagai berikut:

Saudi (1.251), Indonesia (4.824), India (132.788), Pakistan (1.843), Bangladesh (1.765), Nigeria (16), Iran (10.687), Turki (7.112), Mesir (956), Irak (4.170), dan Aljazair (305). Untuk negara tetangga Indonesia, tertinggi kasus hariannya per 1 Juni 2021 adalah Malaysia (7.105), disusul Filipina (5.166), dan Thailand (2.230).

Singapura meski kasus harian pada awal Juni adalah 18, namun sudah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji, sementara Malaysia memberlakukan lockdown.

Agama mengajarkan bahwa menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Undang-Undang No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah juga memberikan amanah kepada pemerintah untuk melaksanakan tugas perlindungan. Oleh karenanya faktor kesehatan dan keselamatan serta keamanan jemaah menjadi faktor utama.

“Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan. Apalagi, tahun ini juga ada penyebaran varian baru -19 yang berkembang di sejumlah negara,” jelas Menag.

“Penyelenggaraan haji merupakan kegiatan yang melibatkan banyak orang yang berpotensi menyebabkan kerumunan dan peningkatan kasus baru -19,” sambungnya.

Pemerintah Arab Saudi sampai hari ini yang bertepatan dengan 22 Syawwal 1442 H, belum juga mengundang Pemerintah Indonesia untuk membahas dan juga menandatangani Nota Kesepahaman tentang Persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M.

“Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan Nota Kesepahaman memang belum dilakukan,” tegas Menag.

Kondisi ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji karena berbagai persiapan yang sudah dilakukan namun belum dapat difinalisasi.

Untuk layanan dalam negeri, misalnya kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi.

Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi karena belum ada kepastian besaran kuota, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya.

“Itu semua biasanya diatur dan disepakati dalam MoU antara negara pengirim jemaah dengan Saudi. Nah, MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442H/2021M itu hingga hari ini belum juga dilakukan,” tuturnya.

“Padahal, dengan kuota 5% dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari,” lanjutnya.

Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah dampak dari penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan secara ketat oleh Saudi karena situasi pandemi. Pembatasan itu bahkan termasuk dalam pelaksanaan ibadah.

Melihat pada penyelenggaraan umrah awal tahun ini, pembatasan itu antara lain larangan shalat di Hijir Ismail dan berdoa di sekitar Multazam. Shaf saat mendirikan salat juga diatur berjarak. Ada juga pembatasan untuk shalat jemaah, baik di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

“Pembatasan masa tinggal juga akan berdampak, utamanya pada penyelenggaraan Arbain. Karena masa tinggal di Madinah hanya tiga hari, maka dipastikan jemaah tidak bisa menjalani ibadah Arbain,” terangnya.

Menag menambahkan, pembatalan keberangkatan jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI) baik dengan kuota maupun kuota haji lainnya.

Jemaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1441 H/2020 M, akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M.

“Setoran pelunasan Bipih dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan. Jadi uang jemaah aman. Dana haji aman. Indonesia juga tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Info soal tagihan yang belum dibayar itu hoax,” ungkapnya.

Menag menyampaikan simpati kepada seluruh jemaah haji yang terdampak pandemi -19 tahun ini. Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat.

Kemenag juga telah menyiapkan posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.
“Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian -19 ini segera usai,” pungkas Menag.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here