Bogordaily.net – Pasca sepasang kekasih menikah dan resmi menjadi suami istri, istri memiliki sejumlah hak istimewa yang harus dipenuhi suaminya yakni hak mahar.
Mahar disebut juga sebagai mas kawin, artinya sejumlah harta yang wajib diberikan suami kepada istrinya. Salah satu dalil menyebutkan:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. an-Nisa’ [4]: 4).
Mahar sendiri hanyalah milik istri. Dengan kata lain, tidak ada hak bagi orang lain di antara para walinya untuk menggunakan mahar tersebut. Begitu pun suaminya.
Seperti yang tertulis dalam firman Allah berikut ini:
Artinya: “Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?” (Surat An-Nisa’ ayat 20).
Walaupun begitu, apabila seorang istri ikhlas dan rela untuk memberikan maharnya kepada pihak lain, kepada suami, orang tua atau saudaranya, maka hukumnya tidak dosa.
Mengenai besaran mahar sendiri, tidak ada batas minimal ataupun maksimal terkait pemberian mahar. Bentuknya pun bisa tunai, perangkat alat shalat, perhiasan dan lain-lain.
Rasulullah bersabda: “Berilah ia mahar walau berupa cincin besi.”
Hanya para ulama mengisyaratkan, besaran mahar sebaiknya tidak kurang dari 10 dirham dan tidak lebih dari 500 dirham. Satu dirham sendiri kurang lebih Rp185.000. Sehingga 10 dirham adalah 1.850.000, dan 500 dirham adalah 92.250 ribu.
Batas maskimal 500 dirham itu sama dengan nilai mahar Rasulullah SAW yang diberikan kepada Sayyidah ‘Aisyah.
Meski begitu, perlu diingat jika seorang istri sebaiknya jangan menuntut mahar di luar kemampuan calon suaminya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW di bawah ini:
Artinya: “Pernikahan yang paling besar keberkahannya adalah yang paling ringan maharnya,” (HR. Ahmad).***