Bogordaily.net – Lonjakan kasus Covid-19 membuat oksigen menjadi barang yang paling dicari saat ini.
Kondisi ini turut mendorong aksi penimbunan yang dilakukan oleh penjual-penjual yang tidak bertanggung jawab.
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah, melihat masih ada potensi aksi penimbunan tabung oksigen.
Penimbunan ini dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Jika tidak terjadi, maka pemerintah seharusnya sudah tidak melakukan impor.
“Hal ini perlu dipertanyakan, jika memang hal itu benar berarti kita tidak perlu lagi mengimpor. Tetapi kan yang terjadi selama ini negara kita mengimpor karena kebutuhan yang meningkat,” ujarnya dalam Market Review di IDX Channel, Senin (12 Juli 2021).
Saat ini, pemerintah aktif melakukan impor tabung oksigen medis karena ketersediaan di dalam negeri tidak mencukupi.
Kemudian, Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah mencatatkan beberapa perusahaan sebagai produsen tabung oksigen medis.
Namun yang menjadi persoalan adalah produsen tersebut menyatakan produksinya sudah mencukupi sehingga tidak perlu impor.
Ia menyebutkan bahwa kelangkaan tabung oksigen medis ini memunculkan peluang dari yang berusaha mencari keuntungan dengan melakukan penimbunan.
“Adanya penunggang bebas untuk mencari keuntungan ini mengharuskan aparat penegak hukum untuk melihat secara realistis dimana potensi penimbunan itu bisa terjadi,” jelasnya.
Trubus menduga bahwa potensi penimbunan ini kerap tejadi. Sebab yang terjadi saat ini di lapangan ada ketidakjelasan informasi terkait ketersediaannya.
“Informasi mengenai tabung oksigen medis yang beredar di publik sangat beragam. Itukan menyedihkan sekali di mana diinfokan tiba-tiba barang tidak ada ataupun tabung oksigen yang seharusnya ada tapi dikatakan tidak ada,” ungkapnya.
Dia menuturkan, persoalan seperti itu menimbulkan adanya gap informasi yang kemudian menimbulkan panic buying.
Sementara itu, masyarakat yang sebenarnya tidak membutuhkan, akhirnya membeli juga.
Dengan demikian, tidak hanya rumah sakit saja yang membeli oksigen untuk keperluan pasien.
Masyarakat secara individu yang tidak membutuhan pun ikut melakukan pembelian secara massal.***