Monday, 29 April 2024
HomeBeritaJuliari Batubara Divonis 12 Tahun, ICW Nilai Keputusan itu Lukai Hati Masyarakat

Juliari Batubara Divonis 12 Tahun, ICW Nilai Keputusan itu Lukai Hati Masyarakat

Bogordaily.net yang diterima mendapatkan sorotan dari Indonesia Corruption Watch (). menilai vonis tersebut telah melukai hati masyarakat yang haknya dikorupsi.

Padahal, menilai sudah jelas hakim menyatakan bahwa Juliari terbukti menerima suap puluhan miliar terkait bansos COVID-19 dari para penyedia bansos sembako di Jabodetabek. Sehingga hukuman seumur hidup dinilai layak diberikan hakim kepada Juliari.

“ICW beranggapan putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada , Juliari P Batubara, benar-benar tidak masuk akal dan semakin melukai hati korban korupsi bansos,” ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Senin 23 Agustus 2021.

“Betapa tidak, melihat dampak korupsi yang dilakukan oleh Juliari, ia sangat pantas dan tepat untuk mendekam seumur hidup di dalam penjara,” sambungnya.

Desakan untuk menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Juliari dinilai Kurnia cukup beralasan. ICW menyebut setidaknya ada empat argumentasi mengapa Juliari layak dihukum penjara seumur hidup.

Pertama, Juliari melakukan kejahatan saat menduduki posisi sebagai pejabat publik. Sehingga berdasarkan Pasal 52 KUHP hukuman Juliari mesti diperberat.

Kedua, praktik suap bansos dilakukan di tengah kondisi pandemi COVID-19. Hal ini, menurut Kurnia menunjukkan bahwa tindak korupsi yang dilakukan Juliari begitu berdampak, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan, terhadap masyarakat.

Ketiga, hingga pembacaan nota pembelaan atau pleidoi, Juliari tak kunjung mengakui perbuatannya. Padahal, dua orang yang berasal dari pihak swasta, Ardian dan Harry, telah terbukti menyuap Juliari.

Keempat, hukuman berat bagi Juliari akan memberikan pesan kuat bagi pejabat publik lain agar tidak melakukan praktik korupsi di tengah situasi pandemi COVID-19.

Permasalahan rendahnya vonis Juliari ini pun dianggap ICW makin melengkapi buruknya penegakan hukum yang dilakukan KPK atau pengadilan, khususnya dalam perkara bansos COVID-19.

“Indikasi itu sudah terlihat sejak proses penyidikan. Misalnya, keterlambatan melakukan penggeledahan dan keengganan memanggil sejumlah politisi sebagai saksi,” ungkap Kurnia.

“Tidak hanya itu, saat fase penuntutan pun tidak jauh berbeda. Mulai dari menghilangkan nama sejumlah pihak dalam surat dakwaan, ketidakmauan jaksa untuk memanggil pihak yang diduga menguasai paket pengadaan bansos, dan rendahnya tuntutan terhadap Juliari,” lanjut dia.

Tak hanya kepada KPK, kritikan pedas juga dialamatkan ICW kepada hakim yang menangani perkara bansos. Selain tak mampu menghukum Juliari dengan hukuman maksimal, sikap hakim kala menangani perkara ini dinilai janggal.

“Begitu pula majelis hakim yang menyidangkan perkara ini. Selain putusannya sangat ringan, terhadap isu lain, gugatan korban bansos, juga ditolak dengan argumentasi yang sangat janggal,” kata Kurnia.

Selain menjatuhi hukuman pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhi hukuman tambahan kepada Juliari yakni uang pengganti sebesar Rp 14.597.450.000. Uang dihitung sebagai fee total yang diterima sebesar Rp 15.106.250.000 dikurangi uang yang sudah dikembalikan ke KPK sebesar Rp 508.800.000.

Hakim juga turut mencabut hak politik Juliari untuk dipilih dalam jabatan atau posisi publik selama 4 tahun setelah selesai menjalani masa hukumannya.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here