Bogordaily.net – Banyak dari mereka yang sembuh dari Covid-19 masih harus berjuang untuk pulih seutuhnya dari gejala gejala neurologis, fisik, atau kejiwaan atau long covid.
Bukan hanya orang dewasa, anak-anak juga biasanya mengalami beberapa gejala lanjutan dari Covid-19.
Gejala yang tersisa dari Covid-19 atau biasa disebut dengan long Covid ini memang lazim terjadi pada penyintas Covid-19.
Long Covid ini sendiri gejala dan durasi serta tingkat keparahannya pun bisa bervariasi.
Hasil suatu studi mengestimasikan long Covid bisa terjadi pada 10 hingga 30 persen orang dewasa yang terinfeksi Covid-19.
Sementara, Dr. Francis Collins, direktur National Institutes of Health merujuk pada satu penelitian yang menyebutkan pada anak-anak remaja persentase peluang mengalami long Covid mencapai 11 sampai 15 persen.
Anak-anak yang positif terinfeksi meski skalanya ringan atau bahkan tanpa gejala sama sekali, tetap bisa mengalami long Covid.
Sampai akhirnya mengganggu kegiatan sehari-hari, seperti tidur, belajar, bersekolah dan aspek kehidupan lainnya.
“Dampak potensialnya sangat besar. Anak-anak berada di tahun-tahun formatif mereka, begitu sudah mulai tertinggal, itu sangat sulit karena anak-anak juga kehilangan kepercayaan diri,” ujar Dr. Avindra Nath, kepala infeksi sistem saraf di National Institute of Neurological Disorders and Stroke, dikutip The New York Times.
Contohnya seperti yang dialami oleh Eagle Scout, pelajar sekaligus pemain tenis berbakat yang sehari-harinya sangat bersemangat sekolah dan belajar, bahkan mengambil mata pelajaran bahasa asing French dan Arab.
Namun kini, pasca terinfeksi Covid-19 membuat dirinya mudah merasa lelah, cepat pusing, bahkan harus duduk agar tidak pingsan saat mandi.
Ketika kembali bersekolah, Eagle mengalami brain fog atau kabut otak yang menyebabkan dirinya seperti melihat angka-angka mengambang saat pelajaran matematika, lupa menyerahkan tugas, sampai tertukar menuliskan bahasa Perancis dalam tugas bahasa Inggris.
Tentu saja ini membuat kekhawatiran tersendiri bagi dirinya, apakah ia bisa kembali menjadi pelajar pintar seperti sebelumnya atau tidak.
Menguatkan pengalaman Eagle, Dr. Molly Wilson-Murphy, spesialis penyakit saraf Boston Children’s Hospital menyebutkan ia sendiri banyak mendapati kasus serupa seperti yang dialami Eagle.
“Kami melihat pasien kelelahan, sakit kepala, kabut otak, kesulitan memori dan konsentrasi, gangguan tidur, perubahan bau dan rasa yang berkelanjutan. Anak-anak yang positif Covid dan tidak dirawat di rumah sakit, pulih di rumah, dan kemudian mereka memiliki gejala yang tidak pernah hilang,” katanya.
“Bisa juga anak-anak tampak sudah benar-benar lebih baik dan kemudian beberapa minggu atau sebulan atau lebih setelahnya, mereka mengalami gejala long Covid,” jelas Dr. Molly.
Soal pengobatan, Dr. Amanda Morrow dari Kennedy Krieger Institute, menyebutkan tidak ada pengobatan instan untuk menangani long Covid. Tapi, mendapatkan penanganan lebih awal berpeluang bisa membantu pemulihan dari long Covid.
Untuk treatment dibutuhkan banyak spesialis dan metode pendekatan termasuk olahraga, terapi perilaku kognitif, modifikasi tidur, dan pengobatan untuk masalah seperti masalah pernapasan dan pencernaan.
Penting diketahui, banyak gejala long Covid-19 yang sampai saat ini sifatnya masih misterius. Beberapa gejala menyerupai efek samping gegar otak dan cedera otak lainnya, tapi ada juga beberapa seperti malaise pasca-olahraga yakni ketika aktivitas fisik atau mental meningkatkan kelelahan, menguatkan gejala sindrom kelelahan kronis.
Beberapa pasien juga bisa mengalami Postural Orthostatic Tachycardia Syndrome (POTS) , kepala terasa ringan dan detak jantung yang berpacu saat berdiri.***