Bogordaily.net – Nana Asma’u adalah putri dari khalifah Sokoto, yang dikenal sebagai ikon gerakan feminis awal dalam Islam.
Tersembunyi di savanna Nigeria, ia menyegarkan pemberdayaan perempuan, kepemimpinan dan kompetensi.
Muslim Afrika Barat menghormati, memuji upayanya dalam meningkatkan hak-hak perempuan untuk belajar dan menjadi anggota aktif dalam masyarakat.
Ia juga memperkuat peran wanita, yang secara egois telah diabaikan pada generasi sebelumnya.
Selama hidupnya, Asma’u mempengaruhi massa di Afrika Barat hingga cendekiawan di pinggiran Timur Tengah.
Tidak hanya itu saja, ia juga merupakan seorang penyair, sarjana, guru, polimatik, dan intelektual.
Kontribusi Asma’u dalam masyarakat adalah dengan memusnahkan stereotip apokrif tentang perempuan Muslim dalam sejarah.
Di mana kerap dianggap sebagai makhluk yang direndahkan, dipaksa untuk diam dan memenuhi kewajiban rumah tangga.
Dikutip Sahijab dari Mvslim, Nana Asma’u diakui karena intelektualnya, di mana dia telah menghafal Alquran, dan belajar fiqh sejak usia muda.
Fasih dalam empat bahasa Fulfulde, Hausa, Tamacheq dan Bahasa Arab Klasik.
Ia juga seorang penulis trinlingual, dan menulis Tafsir Alquran, Biografi Nabi, dan Tibb al-Nabawi (Pengobatan Nabi).
Selama kehamilannya, dia menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Fulfude dan Hausa, serta Sifaatu Safwa karya Ibn al-Jawzi.
Ia memiliki lebih dari 60 karya terbitan yang bertahan dan banyak dipelajari hingga hari ini.
Asma’u mengatur gerakan pendidikan, Yan Taru. Jaringan pendidik perempuan keliling, yang diberi gelar Jaji.
Jaji berjalan jauh untuk desa-desa dengan tujuan mendidik perempuan. Jaji bertanggung jawab dalam transmisi karya dan puisi dari Asma’u.
Puisi Asma’u umumnya meliputi tugas agama, kebangkitan, dosa, taubat, surga, dan cinta kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Satu puisi bisa memuat 1.200 kalimat dan membutuhkan waktu enam jam untuk dibaca.
Melalui puisinya Asma’u mampu memperkuat prinsip-prinsip Islam dalam Alquran dan Sunnah.
Para Jaji ditanamkan dengan dedikasi Asma’u untuk menyebarkan pengetahuan.
Nyatanya kebanyakan wanita di Sokoto adalah penyair, dan sangat ahli dalam sastra Arab klasik.
Masyarakat sangat kagum dan cinta terhadap Alquran, oleh karena itu tidak mengherankan jika sering menemukan referensi dalam puisi Hausa dan Fulfulde yang memikat Alquran.
Dalam perannya, baik sebagai intelektual maupun sebagai seorang ibu, ia sadar dengan mendidik seorang perempuan.
Sehingga mampu merekonstruksi rumah tangga dan berhasil mengembangkan masyarakat yang dilanda perang menjadi sebuah kekuatan intelektual.
Meskipun sudah 153 tahun berlalu, wanita luar biasa Nana Asma’u masih dikenang hingga saat ini.***