Bogordaily.net – Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mendorong dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) DPR RI untuk menyelidiki teror penyerangan ulama dan penodaan simbol agama yang terus terjadi di Indonesia.
Hidayat menilai penyerangan terhadap ulama dan penodaan simbol agama yang terus terjadi sebagai peristiwa yang ganjil.
Pasalnya peristiwa tersebut terjadi di negara yang telah mendeklarasikan diri sebagai negeri hukum, mayoritas mutlak penduduk dan pejabatnya beragama Islam.
Kasus terbaru, terjadi pada Ahad (19 September 2021), sehabis sholat Maghrib. Seorang Ustadz di Tangerang ditembak hingga wafat oleh orang tidak dikenal.
Lalu, pada Senin (20 September 2021) siang ba’da dhuhur, seorang Ustadz yang sedang mengisi kajian di dalam Masjid di Batam, dikejar dan diserang oleh orang yang mengaku sebagai Komunis.
HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid dalam siaran persnya, Rabu (22 September 2021), mengatakan bahwa penembakan atau penyerangan terhadap tokoh Agama tersebut bukan yang pertama kali, melainkan telah berulang kali terjadi selama dua tahun terakhir.
“Ini yang harus diselidiki secara komprehensif terkait motif dan penerapan hukum dari peristiwa-peristiwa yang meresahkan Warga dan Umat. Apalagi, pelaku penyerang Ustadz di Batam di bulan September ini, saat diperiksa oleh Polisi, menyatakan dirinya sebagai Komunis,” ujarnya.
Lebih lanjut, HNW mencatat ada lebih dari sepuluh kasus penyerangan dan teror terhadap tokoh agama dan rumah ibadah dalam kurun dua tahun terakhir.
Beberapa di antaranya adalah penusukan ulama, penyerangan penceramah, penganiayaan imam masjid (saat sholat shubuh dan isya’), pelemparan Bom Molotov ke masjid, vandalisme di musholla, dan berbagai perusakan serta penistaan simbol agama lainnya.
“Itu perlu diusut secara tuntas, apakah ada kaitannya satu sama lain? Bagaimana vonis hukumnya?” ujarnya.
HNW mengingatkan umat dan para tokoh agama untuk makin waspada, tapi jangan sampai terprovokasi. Karenanya diperlukan penegakan hukum melalui aturan hukum yang khusus (lex specialis).
Selain itu, fenomena berulangnya kasus ini juga harus diselidiki secara mendalam. Tak terkecuali, kasus terakhir penembakan seorang Ustadz di Tangerang dan penyerangan Ustadz di Batam.
“Memang ada pelaku yang diproses secara hukum dan divonis pengadilan, tapi vonis tidak memberikan efek jera. Apalagi beberapa kasus dihentikan karena pelaku dinyatakan mengalami gangguan jiwa. Tapi pengakuan penyerang Ustadz di Batam bahwa dirinya Komunis, di tengah kewaspadaan Umat soal bulan September dan kejahatan PKI terhadap NKRI dan Pancasila dan Umat Islam, perlu diusut yang lebih serius,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai, perlu penelusuran yang lebih mendalam dan komprehensif, bagaimana rangkaian peristiwa tersebut bisa terjadi.
“Ada yang sebut itu suatu kebetulan. Tapi, sangat langka sekali bagaimana suatu kebetulan bisa terus berulang dengan modus korban yang sejenis (tokoh Agama Islam; ustadz/masjid/musholla) dan pelakunya juga sejenis (diklaim gangguan jiwa). Apalagi bila dirujuk pernyataan mantan Kepala BIN Sutiyoso, bahwa tidak mungkin hal seperti itu berulang kecuali ada faktor pengendalinya,” tambahnya.
Oleh karena itu, HNW menilai, pembentukan Pansus yang melibatkan Komisi VIII yang membidangi urusan keagamaan dan Komisi III yang membidangi urusan hukum di DPR merupakan langkah yang perlu diambil.
Hal ini perlu dilakukan agar tidak menimbulkan keresahan dan ketakutan di masyarakat dan tokoh Agama, terkait rangkaian peristiwa semacam itu yang terus terjadi.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban DPR sebagai Wakil Rakyat dalam mengkritisi kewajiban negara untuk menegakkan hukum yang adil dan benar.
Agar Negara benar-benar melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh Konstitusi. Yaitu melindungi seluruh Rakyat Indonesia, termasuk tokoh dan simbol agama.
“Pansus itu dibutuhkan dalam rangka DPR laksanakan amanat rakyat, serta hak pengawasan terhadap eksekutif dalam kewajiban penegakan hukum dan perlindungan terhadap Rakyat termasuk para Tokoh Agama, seperti ulama atau ustadz dan simbol agama. Bagaimana menghentikannya dan apa solusinya agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi. Itu yang penting kita selesaikan bersama di DPR, sebagai realisasi laksanakan Amanat sebagai Wakil Rakyat,” pungkasnya.