Monday, 29 April 2024
HomeNasionalMensos Risma Paksa Tuna Rungu untuk Bicara Walau Dikritik

Mensos Risma Paksa Tuna Rungu untuk Bicara Walau Dikritik

Bogordaily.net –  (Mensos) Tri Rismaharini menghadiri peringatan Hari Disabilitas Nasional Internasional pada Rabu 1 Desember 2021 di Gedung Aneka Bhakti , Jakarta. Pada kesempatan itu, Risma memaksa seorang penyandang tuna rungu untuk berbicara.

Kejadian ini bermula kala seorang penyandang wicara dan autisme, Anfield Wibowo naik ke atas panggung bersama Risma. Anfield memang orang yang luar biasa, ia mampu melukis dan ia memamerkan kemampuannya di acara itu.

Di atas panggung, Anfield hendak memamerkan lukisannya. Dia memgang mikrofon dan mencoba berbicara.

“Apa? Yang mau disampaikan ke ibu apa?” tanya Risma ke Anfield.

“Selamat siang, Ibu dan Bapak, hadirin sekalian di sini. Semoga ibu menteri suka dengan lukisan Anfield. Terima kasih,” kata Anfield dibantu oleh juru bicara bahasa isyarat.

Selanjutnya Risma memanggil seorang lainnya bernama Aldi untuk naik ke atas panggung. Risma kemudian memaksa Aldi untuk berbicara.

“Aldi, ini ibu. Kamu sekarang harus bicara, kamu bisa bicara. Ibu paksa kamu untuk bicara,” kata Risma.

“Ibu nanam… eh melukis, tadi melukis pohon, ini pohon kehidupan. Aldi, ini pohon kehidupan. Ibu lukis hanya sedikit tadi dilanjutkan oleh temanmu Anfield. Nah, Aldi, yang ibu ingin sampaikan, kamu punya di dalam, apa namanya, pikiranmu, kamu harus sampaikan ke ibu, apa pikiranmu,” ucap Risma kepada Aldi lagi.

“Kamu sekarang, ibu minta bicara, nggak pakai alat. Kamu bisa bicara,” imbuh Risma.

Aldi tampak berusaha keras untuk berbicara tapi suaranya lirih. Meski begitu, Risma tak peduli dan terus meminta Aldi berbicara tanpa alat bantu.

Mensos Risma Dikritik

Melihat kejadian itu, aktivis dari Gerakan untuk Kesejahteraan tunarungu Indonesia (Gerkatin) bernama Stefanus naik ke panggung. Stefanus berkomunikasi langsung dengan Risma dengan menggunakan bahasa isyarat yang diterjemahkan langsung oleh juru bicara bahasa isyarat.

“Ibu. mohon maaf, saya mau berbicara dengan ibu sebelumnya,” kata Stefanus.

“Bahwasanya anak tuli itu memang menggunakan alat bantu dengar tapi tidak untuk kemudian dipaksa bicara. Tadi saya sangat kaget ketika ibu memberikan pernyataan. Mohon maaf, Bu, apa saya salah?” lanjut Stefanus.

“Enggak, enggak,” jawab Risma.

“Saya ingin menyampaikan bahwasanya bahasa isyarat itu penting bagi kami, bahasa isyarat itu adalah seperti mata bagi kami, mungkin seperti alat bantu dengar. Kalau alat bantu dengar itu bisa mendengarkan suara, tapi kalau suaranya tidak jelas itu tidak akan bisa terdengar juga,” kata Stefanus.

Risma Ngotot

Meski sudah melihat Aldi yang kesulitan dan protes Mensos Risma masih merasa tindakannya benar. Merespon pesan Stefanus, Risma mengakui ia memang memaksa Aldi untuk berbicara sebab menurutnya, itu berbicara adalah anugerah Tuhan kepada semua hambanya sehingga harus dimaksimalkan.

“Stefan, ibu tidak… ibu tidak mengurangi bahasa isyarat, tapi kamu tahu Tuhan itu memberikan mulut, memberikan telinga, memberikan mata kepada kita. Yang ingin ibu ajarkan kepada kalian terutama anak-anak yang dia menggunakan alat bantu dengar sebetulnya tidak mesti dia bisa, sebetulnya tidak mesti bisu. Jadi karena itu kenapa ibu paksa kalian untuk bicara? Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga. Jadi ibu tidak melarang menggunakan bahasa isyarat tapi kalau kamu bisa bicara maka itu akan lebih baik lagi,” kata Risma.

Ia lantas membandingkannya dengan Staf Khusus Kepresidenan RI Angkie Yudistia yang merupakan penyandang disabilitas tunarungu. Menurutnya, pada saat pertama kali bertemu dengan Angkie kala ia masih menjadi Wali Kota Surabaya, Angkie tidak bisa berbicara dengan jelas.

Namun, Angkie terus berlatih untuk bicara sehingga bisa berbicara lancar.

“Saya belajar ini dari Mbak Angkie. Mbak Angki dulu pada waktu berapa tahun lalu waktu ibu awal jadi wali kota ketemu dengan Mbak Angkie. Saat itu Mbak Angkie bicaranya tidak jelas seperti sekarang tapi sekarang karena dilatih terus oleh Mbak Angkie, sekarang bicaranya sangat jelas. Mengerti ya Stefan?” kata Risma.

Namun, Stefan membantah itu. Menurutnya, kemampuan berbicara setiap warga tuna rungu memang berbeda-beda, demikian pun dengan kemampuan bahasa isyarat mereka.

“Jadi kemampuan bicara anak tuli itu bermacam-macam. Jadi ada yang memang tuli sejak kecil seperti Mbak Angkie. Kemampuan bahasa isyaratnya juga beragam-ragam, ada yang bisa berbahasa isyarat, ada yang tidak bisa berbahasa isyarat. Jadi itu yang harus dihargai. Plus bahasa isyarat itu bisa memberikan pemahaman pada orang tuli. Contohnya ada juru bicara bahasa isyarat, orang tuli bisa melihat juru bicara bahasa isyarat dengan jelas ketika situasi acara seperti ini. Itu juga sebuah akses bagi kami,” jawab Stefan.

Mendengar jawaban itu, Mensos Risma masih ogah kalah. Ia mengatakan warga tuna rungu harus selalu berusaha.

“Aku sangat setuju itu, tapi saya berharap kita harus mencoba. Setuju? Kita harus mencoba,” kata Risma kemudian.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here