Tuesday, 19 March 2024
HomeNasionalDPR Sahkan RUU PPP, Setara Institute: Halalkan Segala Cara Pertahankan UU Ciptaker

DPR Sahkan RUU PPP, Setara Institute: Halalkan Segala Cara Pertahankan UU Ciptaker

Bogordaily.net DPR telah menyepakati pengesahan RUU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP) dalam Rapat Paripurna ke-23 pada Selasa, 24 Mei 2022 lalu. Tujuan revisi seperti disebutkan oleh Kepala Badan Legislasi (Bales) , Inosentius Samsul, adalah sebagai pintu masuk untuk melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja.

Peneliti Hukum dan Konstitusi Sayyidatul Insiyah pun menanggapi pengesahan RUU PPP tersebut. Ia menyayangkan sikap DPR dan pemerintah yang telah mengalami fallacy atau kesalahan berpikir dalam memahami konteks dan makna di balik penolakan masyarakat terhadap UU Cipta Kerja selama ini.

“Pokok permasalahannya adalah ada pada substansi UU Cipta Kerja, yang secara nyata telah menggerus hak-hak buruh dan mengabaikan isu lingkungan,” ujarnya melalui siaran pers seperti dikutip dari Indonews.id.

Alih-alih melakukan pemulihan terhadap hak-hak konstitusional akibat substansi pasal yang terlalu favoritisme terhadap investasi, kata Sayyidatul, pemerintah justru menghalalkan segala cara untuk tetap mempertahankan UU Ciptaker.

“Termasuk merevisi dengan memasukkan metode omnibus law sebagai penghalalan atas UU Ciptaker yang mengadopsi metode omnibus law,” sambungnya.

Lebih lanjut Sayyidatul menilai, sekali pun metode omnibus law bukanlah hal yang asing dalam proses legislasi, tetapi pemerintah seharusnya mempertimbangkan kelemahan-kelemahan dari metode ini.

“Proses pembahasan yang dipaksakan dalam waktu singkat namun mencakup begitu banyak kluster sangat berpotensi tidak terwujudnya demokrasi deliberatif,” lanjut dia.

Refleksi ini, kata Sayyidatul, sudah dibuktikan dengan proses penyusunan UU Ciptaker yang dalam fakta persidangan Putusan MK No. Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020, MK menyebutkan proses penyusunan UU Ciptaker tidak memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat secara maksimal.

Tidak hanya terhadap asas keterbukaan, menurut Sayyidatul, metode omnibus law juga sangat berpotensi pada adanya pengabaian terhadap asas kejelasan rumusan.

“Lagi-lagi, pembentukan UU Cipta Kerja menjadi bukti betapa pemerintah dan DPR sangat tidak teliti dalam merumuskan norma-norma di dalamnya. Banyak pasal yang mengandung multi-interpretatif hanya karena ketidakjelasan rumusan normatifnya. Menjadi logis, sebab dengan 79 UU dengan 1.209 pasal hanya dibahas dalam waktu 6 bulan untuk akhirnya disatuatapkan dalam sebuah undang-undang bernama UU Cipta Kerja,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Ismail Hasani menambahkan, melihat dampak negatif metode omnibus law pada proses penyusunan UU Ciptaker, maka mendesak DPR dan pemerintah untuk mempertimbangkan dan meninjau ulang pengadopsian metode omnibus law dalam Revisi tersebut.

“Perjalanan legislasi selama ini telah menunjukkan betapa pembentuk undang-undang masih belum optimal dalam menelurkan produk legislasi yang baik. Mulai dari UU KPK, UU Minerba, UU MK, hingga UU Cipta Kerja setidaknya menjadi catatan betapa pemerintah tetap kekeh meloloskan undang-undang di tengah kontroversial penolakan masyarakat,” ungkap Ismail.

Oleh karena itu, Pengajar Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah itu mengajak seluruh komponen masyarakat untuk terus bersama-sama mengawal jalannya revisi UU Ciptaker.

“Jauh lebih penting dari sekadar formalitas pembentukannya, UU ini harus benar-benar memberikan keadilan yang substantif bagi seluruh unsur masyarakat dan akomodatif terhadap seluruh kepentingan. Jangan sampai produk legislasi yang terlalu pro-invetasi ini justru menjadi cilaka bagi masyarakat,” pungkasnya.

Seperti diketahui, pengesahan RUU PPP dilakukan DPR dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa, 24 Mei 2022 lalu. Sidang yang disiarkan melalui akun Youtube ini diketuai oleh Ketua DPR dari Fraksi PDIP, Puan Maharani.

“Apakah RUU tentang perubahan kedua atas UU nomor 13 tahun 2011 tentang PPP dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan.

Rapat Paripurna pengesahan RUU PPP itu dihadiri oleh 338 anggota dewan, sebanyak 56 anggota hadir secara fisik dan 220 orang secara virtual. Sedangkan, sebanyak 62 orang tak hadir atau izin dan jumlah total anggota DPR tersebut memenuhi kuorum.(Gibran)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here