Wednesday, 17 April 2024
HomeOpiniPerppu Cipta Kerja Dalam Kegentingan Memaksa atau Kepentingan Penguasa?

Perppu Cipta Kerja Dalam Kegentingan Memaksa atau Kepentingan Penguasa?

Bogordaily.net – Berangkat dari disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja atau dengan teknik yang dalam prosedurnya tidak tertuang dalam UU No. 12 Tahun 2011menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 yang kemudian usaha judicial review ke Mahkamah Konstitusi pun dilakukan yang menghasilkan amar putusan dalam Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 bahwa UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat.

MK memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan dengan melibatkan partisipasi publik.

Belum sampai sepekan pengesahan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, banjir penolakan terus berlanjut bahkan sebelum Undang-Undang ‘Cilaka' tersebut di sahkan.

Sebut saja aksidemonstrasi dari kalangan mahasiswa, buruh, masyarakat sipil dan gabungan dari berbagaipihak pro demokrasi lainnya di Jakarta dan daerah-daerah. Hal ini menjadi bukti bahwa kebijakan dan legislatif sudah tidak dapat diharapkan.

Presiden Joko Widodo mengambil jalan lain dalam menjawab putusan MK, aga rtidak inkonstitusional bersyarat terbitlah Perppu Cipta Kerja. Padahal tenggat waktu dua tahun yang diberikan dinilai cukup untuk memperbaikinya.

Dengan demikian meminggrikan peran Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pembentuk UU dan menghanyutkan partisipasi publik.

Berlandaskan Pasal 22 UUD 1945, memang memberi ruang kepada Presiden untuk menerbitkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Proseduralnya pun harusmelalui persetujuan jika tidak maka harus di cabut. Akan tetapi frase “kegentingan yang memaksa” condongakan penilaian subjektifitas .

Meskipun demikian, dalam putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009,menjelaskan yaitu:

1. Adanya kebutuhan mendesakuntuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat

2. UU yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau tidak memadainya UU yang saat ini ada

3. Terjadinya kondisi kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa yang memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan/kebutuhan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Sarat akan “KepentinganPenguasa”
Alasan menerbitkan Perppu atas dasar adanya kekosongan hukum, faktanya,dalam dalam amar putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, MK Menyatakan UU 11/2020 masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu 2 tahun.

Presiden beralasan pula Perpu itu diperlukan untuk menghadapi tantangan ekonomi global. Meskipun demikian, alasan Jokowi tidak sesuai dengan kegentingan paksa seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945.

Tak berhenti di situ secara konstitusional Presiden harus menyerahkan Perppu kepada DPRpada masa sidang berikutnya untuk mendapat persetujuan, namun terjadi kontroversial kembali karena gagal mengesahkan. pun berkelit bahwa Perpu tersebut telah sah.

Penulis: Moeltazam

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here