Bogordaily.net– MenKopUKM Teten Masduki menyebut transformasi digital harus mampu menciptakan keadilan usaha bagi UMKM.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menegaskan, pihaknya bersama kementerian terkait termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) sedang terus mengkaji kebijakan tentang transformasi digital.
Hal ini dilakukan untuk melahirkan ekonomi baru dan menciptakan keadilan (fairness) dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan dan kesejahteraan Masyarakat.
Menteri Teten menekankan salah satu hal yang menjadi perhatian ada pada tata aturan perdagangan produk UMKM di platform e-commerce. Dan harus menyertakan dokumen importasi sebagai syarat untuk bisa berjualan di platform e-commerce.
Tujuannya untuk menciptakan keadilan tidak hanya untuk pedagang lokal dan impor, tapi juga pedagang offline dan online.
MenKopUKM menjelaskan praktik predatory pricing harus diakui memang terjadi, terlihat dari harga barang yang murah sekali. Namun pihaknya sedang melihat, apakah ini karena ada barang yang masuk ilegal atau memang tarif bea masuk yang terlalu rendah.
“Kami ingin mengatur supaya platform digital membuat persyaratan kepada para sellernya. Mereka boleh berjualan impor tapi harus menyertakan dokumen importasi,” kata MenKopUKM Teten Masduki usai cara UMKM Digital Summit 2023, Revitalizing UMKM: Roadmap Kolaborasi Inovatif Menuju Masa Depan di Smesco Convention Hall, Jakarta, Kamis, 21 September 2023.
Hal itu pula kata Menteri Teten, yang ia minta kepada pihak e-commerce seperti TikTok untuk menyertakan dokumen tersebut.
Sebab, jika tidak dipenuhi, jelas akan melanggar dua Undang-Undang (UU) yakni terkait penjualan barang selundupan yang memiliki sanksi pidana hingga pelanggaran UU kepabeanan.
“Kami ingin bekerja sama dengan platform digital karena seller berjualan di dalamnya. Sebab bukan cuma online saja yang jualannya diatur. Di offline juga diatur, kalau ada mall atau toko menjual barang gelap ilegal juga ada aturannya,” ungkapnya.
Apa yang berlaku di offline kata Menteri Teten juga harusnya berlaku di online. Sehingga nanti jika sudah dilakukan, dan itu melanggar, Kemenkominfo bisa langsung menindak platform tersebut.
Di negara-negara Eropa, aturan tersebut sudah berlaku yang mana para pelaku usaha di e-commerce tidak boleh memonopoli data dan harus menerapkan transparansi data.
“Sudah disiapkan Satgas Transformasi Digital. Namun memang kita belum punya kebijakan nasionalnya. Kita juga belum punya strategi besarnya, belum ada badannya, karena ini kerja sama lintas sektoral, sehingga harus ada kebijakan yang sama di setiap kementerian,” jelas MenKopUKM.
Menteri Teten menegaskan, aturan tersebut bukan berarti pihaknya menolak hadirnya produk asing atau impor. Aturan dibuat untuk menciptakan perdagangan antara online dan offline, merespons serbuan produk asing sehingga tercipta ekosistem yang lebih adil.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informastika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, pihaknya sudah memanggil pihak Tiktok terkait fenomena Tiktok shop.
“Saya sudah panggil Tiktok, saya tanya kamu apa izinnya apa sosial media? Tapi ini kan e-commerce. E-commerce ini kan hanya istilah saja, platformnya kan sosial media itupun sekarang sudah campuran juga yang e-commerce sosial media,” ujar Budi Arie Setiadi.
Pihaknya juga akan mengkaji soal dugaan predatory pricing yang diduga dilakukan oleh pihak Tiktok.
“Ini kita kaji terus apakah mereka melakukan predatory pricing atau persaingan yang tidak sehat atau barang-barang yang bisa merugikan konsumen. Nanti kita lihat juga statistiknya apakah ada monopoli, karena ini harus transparan,” ujar Budi Arie Setiadi.***