Bogordaily.net – Konsep hilirisasi, yang diperkenalkan oleh Presiden Jokowi, adalah strategi penting untuk meningkatkan nilai ekspor Indonesia, khususnya dalam sektor tambang nikel. Meski mendapat gugatan dari Uni Eropa di WTO.
Negara Uni Eropa merasa dirugikan, karena mereka tidak lagi mendapatkan pasokan nikel, sebagai bahan baku atas berbagai produk mereka, utamanya berkaitan dengan alat persenjataan perang mereka.
Strategi ini memiliki potensi untuk membantu perekonomian Indonesia menjadi lebih kompleks dan tidak hanya bergantung pada harga komoditas.
Hilirisasi, dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti proses mengubah bahan baku menjadi produk jadi. Dalam konteks ekonomi, ini berarti meningkatkan nilai tambah komoditas yang dimiliki suatu negara.
Dengan hilirisasi, kita bisa mengubah komoditas yang biasanya diekspor dalam bentuk mentah menjadi barang setengah jadi atau jadi, sehingga nilai ekspor menjadi lebih besar dan ekonomi pun meningkat.
Secara sederhana, Hilirisasi adalah proses atau strategi suatu negara untuk meningkatkan nilai tambah komoditas yang dimiliki. Dengan hilirisasi, komoditas yang tadinya di ekspor dalam bentuk mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau jadi.
Oleh karena itu, nilai ekspor negara tersebut menjadi lebih besar. Sehingga, mampu meningkatkan perekonomian. Indonesia, dengan sumber daya alam yang melimpah, selama ini lebih banyak berperan sebagai pengekspor bahan mentah.
Dengan hilirisasi, kita bisa memanfaatkan sumber daya alam kita sendiri untuk memproduksi barang yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.
Selain itu, hilirisasi juga dapat menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi tingkat pengangguran, meningkatkan pendapatan masyarakat, mengurangi ketergantungan pada impor, dan memperkuat nilai tukar rupiah.
Hilirisasi juga bisa mendorong inovasi dan peningkatan kapasitas teknologi dalam negeri. Dengan membangun industri hilir, kita bisa mendorong penelitian dan pengembangan, serta transfer teknologi, yang pada akhirnya dapat membantu Indonesia menjadi pemain global yang lebih kompetitif di berbagai sektor industri. Pemerintah saat ini telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap hilirisasi sebagai bagian dari visi Indonesia Emas 2045.
Namun, ada juga kritik terhadap hilirisasi. Misalnya, berdasarkan catatan Bisnis, Dana Moneter Internasional (IMF) sebelumnya melalui Dokumen Konsultasi Staf IMF (IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia) pernah merekomendasikan Indonesia untuk menghapus pembatasan ekspor komoditas mineral secara bertahap.
Meski demikian, jika negara lain bisa membangun perekonomian dan industri mereka untuk menjadi lebih kompetitif, mengapa Indonesia harus dihalang-halangi untuk melakukan hal yang sama?
Oleh karena itu, hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) harus dilanjutkan oleh pemerintahan baru. Ini bukan hanya tentang pemanfaatan sumber daya, tetapi juga tentang pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemilihan pemimpin yang tepat sangat penting dalam proses ini. Pemimpin yang memiliki visi jelas tentang pentingnya hilirisasi SDA dan berkomitmen untuk menerapkannya akan membantu memastikan bahwa sumber daya alam kita tidak hanya dieksploitasi, tetapi juga memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan ekonomi kita.
Namun, ini bukan hanya tanggung jawab pemimpin. Masyarakat juga harus berpartisipasi aktif dalam proses ini, baik dalam memilih pemimpin yang tepat maupun dalam mendukung kebijakan dan inisiatif hilirisasi SDA. Dengan kerja sama dan komitmen dari semua pihak, saya yakin kita dapat mencapai tujuan ini.
Saya percaya bahwa hilirisasi adalah langkah yang tepat untuk Indonesia. Namun, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa proses ini dilakukan dengan cara yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, dan bahwa manfaatnya dirasakan oleh semua orang, bukan hanya oleh segelintir perusahaan atau individu. Dengan demikian, hilirisasi bukan hanya tentang memajukan perekonomian, tetapi juga tentang memastikan keadilan dan kesejahteraan untuk semua warga Indonesia.***