BOGOR DAILY- Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto menyayangkan penanganan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS) yang dirawat di Rumah Sakit Ummi banyak kegaduhannya dari pada solusi yang diberikan.
“Saya melihat penanganan dan penyikapan dari Walikota terhadap perawatan HRS ini terkesan lebih banyak unsur kegaduhannya, dibanding penyelesaian substansi dasarnya. Seharusnya, pendekatan yang dilakukan bisa lebih merangkul agar tidak muncul reaksi defensif dari pihak keluarga pasien maupun RS,” kata Atang Trisnanto, Minggu (29/11/2020).
Menurutnya, penanganan bukan dengan cara demonstratif yang akhirnya menimbulkan suasana riuh rendah seperti sekarang ini. Pendekatan persuasif, komunikasi intens, penanganan senyap, mengedepankan musyawarah, seharusnya lebih diutamakan.
“Kan yang terpenting adalah langkah-langkah taktis penanganan. Bukan pada ramainya pemberitaan,” tegasnya.
Menurut Atang, dari berbagai kasus penanganan covid di Kota Bogor selama ini, pihaknya melihat baru kali ini sangat demonstratif. Sebelum – sebelumnya, jika ada yang suspek, probable, ataupun positif covid, dijalankan secara senyap, tapi produktif.
“Jadinya kan orang bertanya, kenapa untuk penanganan IB HRS jadi berbeda? Ada apa? Kalau mencegah adanya kerumunan, kan tidak ada kerumunan itu. Kalaupun ramai, bisa langsung ditertibkan,” ketusnya.
“Kalau alasannya untuk kecepatan penanganan, di lapangan masih banyak juga warga yang kesulitan mendapatkan penanganan covid. Sebagai contoh, tidak semua warga yang kena tracing di swab test karena keterbatasan faskes. Ada beberapa warga yang tidak bisa dirawat karena terbatasnya ruang perawatan, baik ruang ICU maupun ruang isolasi,” sambungnya.
Jadi, sambung dia, perlu ada kerja sama yang konstruktif baik dari pemerintah maupun seluruh RS.
“Kita juga perlu berterima kasih kepada RSUD dan RS-RS swasta yang selama ini juga sudah mendukung program pemerintah, termasuk RS Ummi dan RS swasta yang lain,” katanya lagi
Dalam konteks kekisruhan sekarang, Atang melihat dari dua sisi. Sisi pertama, tim medis dan RS punya kewajiban untuk menjaga dan melindungi data pasien, sekaligus menangani secara tepat dari seluruh sisi medis. Semuanya diatur dalam UU.
“Sisi kedua, guna pencegahan dan penanggulangan penyebaran covid-19, Satgas Covid juga perlu melakukan tindakan yang tepat. Hal tersebut juga amanat peraturan perundang-undangan. Jadi, tidak perlu dipertentangkan. Namun, perlu dimusyawarahkan dan dikomunikasikan secara baik, sehingga hasilnya akan produktif,” tuturnya.
Jadi, kata dia, sebaiknya walikota beserta jajaran maupun RS Ummi beserta jajaran bisa duduk bersama agar tidak terjadi hal yang sama di kemudian hari. Keduanya perlu introspeksi. Perlu perbaiki kekurangan masing-masing.
“Turunkan tensi. Kedepankan kebersamaan. Hindari unsur-unsur demonstratif agar tidak saling defensif dan merasa benar masing-masing. Karena yang terasa gaduhnya, sementara hal dan tujuan substantif jadi tidak tertangani,” pungkasnya.(wal)