Bogordaily.net – Pakar Ekonomon Senior Indonesia Dr. Rizal Ramli dituduh rasis, saat mengkritik China dan etnis Tionghoa di panggung Indonesia Lawyers Club (ILC) bertajuk “Corona: Setelah Wabah, Krisis Mengancam?” pada Selasa malam 21 April 2021.
Dengan tegas dan lugas, RR sapaannya, mengatakan agar Indonesia jangan lagi jadi antek China.
Pada awalnya RR mengurai bahwa, terdapat tiga negara yang diprediksi oleh para analis akan menjadi super power dalam 10 tahun mendatang, yaitu Vietnam, India, dan Meksiko.
Jika ekonom-ekonom yang ada di lingkar pemerintahan diisi orang-orang hebat, maka Indonesia bisa masuk ke urutan empat.
Tapi hebat saja belum cukup, menurutnya, mereka juga harus mampu keluar dari jerat ketergantungan dengan negeri China.
Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menegaskan bahwa, Indonesia harus mulai menggeser kiblat politik luar negeri dan investasi tersebut.
Indonesia harus jadi negeri sendiri yang mengutamakan kepentingan rakyat, untuk bisa menjadi negara yang super power.
“Ini waktunya menggeser politik luar negeri dan investasi kita, dari sangat pro China, antek Beijing jadi negeri kita sendiri. Ini kesempatan Indonesia jadi negeri super power,” tegasnya malam itu.
Namun demikian, oleh sejumlah pendengung di media sosial pesan brilian itu ditangkap lain, sehingga mantan Menko Maritim itu telah rasis.
RR menegaskan bahwa tuduhan itu salah alamat dan norak, dan mengingatkan orang-orang terdekatnya berasal dari beragam etnis dan agama.
“RR dituduh “rasis” itu pernyataan sangat norak. RR itu paling plural, alm istri Tionghoa, anak angkat Katolik & Protestan. Teman-teman Tionghoa RR banyak sekali,” jawabnya dikutip dari rmol, pada Kamis 23 April 2021.
Rizal Ramli memberi pencerahan kepada para pendengung bahwa yang dia kritik adalah China sebagai negara, yaitu Republik Rakyat China yang dipimpin Xi Jinping. Bukan etnis Tionghoa.
“Yang dikritik itu negara China (RRC), bukan etnis Tionghoa,” tegasnya.
Rizal Ramli menilai pemerintah sudah sangat pro dengan RRC, sehingga merugikan rakyat dan kepentingan nasional, termasuk soal corona.
“Ingat UUD kita mewajibkan kita untuk melaksanakan politik luar negeri “bebas aktif”, tidak ikut blok apapun (non-alligned),” tutupnya.Adv