Tuesday, 7 May 2024
HomeBeritaBaca Yuk, Jenis Gangguan Mental pada Wanita

Baca Yuk, Jenis Gangguan Mental pada Wanita

Bogordaily.net – Berbicara tentang gangguan mental pada pria dan wanita, masing-masing bisa mengarah pada mental tertentu.

Hal ini diungkapkan pada studi yang diterbitkan oleh American Psychological Association (APA).

Studi tersebut mengungkapkan tentang prevalensi berdasarkan jenis kelamin dari berbagai jenis penyakit mental umum.

Hasil dari studi tersebut adalah wanita memang lebih mungkin untuk didiagnosis dengan gangguan kecemasan (anxiety disorder) atau .

Sementara pria cenderung melakukan penyalahgunaan zat (substance abuse) atau gangguan antisosial (antisocial disorder).

Semua kembali pada jenis gangguan mental yang dialami. Beberapa gangguan mental lebih rentan dialami wanita, beberapa lainnya lebih sering dialami oleh pria.

Namun, National Institute of Mental Health mengungkapkan gangguan mental seperti gangguan bipolar dan skizofrenia tidak dapat ditentukan paling banyak dialami pria atau wanita. Adapun beberapa gangguan mental pada wanita, yaitu:

<1.

adalah gangguan mental pada wanita yang paling umum terjadi. Harvard Health Publishing mengungkapkan, wanita memiliki risiko dua kali lebih besar untuk mengalami berat dibandingkan pria.

Bukan karena anggapan bahwa wanita lebih emosional, namun ada beberapa faktor yang mendasarinya.

“Wanita yang memiliki riwayat anggota keluarga mengalami akan lebih berisiko. Selain itu, ketika wanita punya riwayat pelecehan atau tekanan hidup baru-baru ini atau isolasi sosial yang ekstrem, maka berisiko lebih tinggi mengalami ,” ungkap Karina Davidson, profesor kedokteran dan psikiatri di Columbia University Medical Center.

Wanita juga lebih mungkin mengalami beberapa jenis stres berat, seperti pelecehan seksual anak, kekerasan seksual orang dewasa, dan kekerasan dalam rumah tangga.

Faktor lainnya yang juga turut berperan adalah perubahan hormonal terutama saat hamil dan melahirkan.

Ketika wanita hamil dan melahirkan, mereka sangat rentan mengalami stres.

Jika tidak segera ditangani, maka dapat berakhir dengan . Terkait hal ini, pria tidak mengalaminya.

Hal tersebut yang sebabkan wanita lebih banyak yang mengalami dibandingkan pria.

<2. Gangguan Kecemasan

Melansir dari Women's Health, anxiety disorder atau gangguan kecemasan juga sering dialami oleh wanita.

Gangguan kecemasan ini juga ada banyak jenisnya, di antaranya general anxiety disorder (GAD), gangguan panik, fobia sosial atau fobia terhadap hal-hal lainnya.

Gangguan obsesif kompulsif (OCD) dan post-traumatic stress disorder juga bisa dikatakan masuk ke dalam gangguan kecemasan.

Penyebab pastinya memang tidak bisa ditentukan, Moms, namun beberapa faktor bisa jadi pemicunya.

Di antaranya peristiwa traumatis, faktor genetik, dan juga hormonal. Gangguan kecemasan bukan hanya ditandai dengan rasa takut saja.

“Gangguan kecemasan bukan hanya sekadar rasa khawatir sementara. Rasa cemas dan khawatir itu tidak bisa hilang dan bisa memburuk dari waktu ke waktu. Selain itu, bisa juga muncul serangan panik yang terjadi tiba-tiba dan tanpa peringatan. Hal ini turut mengganggu kehidupan pengidapnya,” ungkap Nancy DeAngelis, direktur dari Behavioral Health Service di Abington-Jefferson Health.

<3. Gangguan Makan

Eating disorder atau gangguan makan seperti anoreksia nervosa, bulimia, dan binge eating nyatanya lebih sering dialami oleh wanita.

American Psychiatric Association mengungkapkan gangguan makan adalah penyakit ketika mengalami gangguan parah dalam perilaku makan dan berkaitan dengan emosi seseorang.

Bisa dikatakan, orang yang juga bisa mengalami gangguan makan.

Eating disorder nantinya bisa berhubungan dengan gangguan mental pada wanita lainnya, yaitu borderline personality disorder atau gangguan kepribadian ambang.

“Wanita lebih rentan mengalami gangguan makan karena mereka lebih rentan terhadap ketidakpuasan tubuh. Ketika muncul persepsi negatif tentang penampilan fisik dan ditambah dengan tekanan sosial, maka bisa meningkatkan risiko alami gangguan makan,” ungkap Dr. Catherine Preston dari Departemen Psikologi di York University, Inggris.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here