Bogordaily.net – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Ditjen PSKP), mendapat tugas baru berupa pencegahan untuk mengoptimalkan penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
Bidang pencegahan ini bertujuan menekan jumlah kasus sengketa, konflik dan perkara pertanahan di kemudian hari.
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra, mengatakan bahwa pencegahan merupakan tugas yang tidak mudah.
Menurutnya, sengketa dan konflik pertanahan yang terjadi saat ini karena berbagai masalah yang timbul dari kesalahan di masa lalu.
“Apa yang terjadi sekarang ini, problem dari masa lalu yang harus dihadapi sekarang. Namun bagaimana, apa yang bisa kita pelajari dari masa lalu dan tidak kita lakukan lagi hari ini, supaya tidak muncul masalah di masa depan. Itu yang menjadi hakikat dari pencegahan,” ujarnya dalam Sosialisasi Pencegahan Kasus Pertanahan yang digelar Ditjen PSKP di Hotel Melia Purosani, D.I. Yogyakarta, Rabu 6 Oktober 2021.
Ia mengungkapkan, saat ini tanah menjadi sumber sengketa dan konflik, serta munculnya mafia tanah yang disebabkan banyaknya pemilik tanah, tetapi tidak menguasai tanah.
Oleh sebab itu, perbaikan-perbaikan terus dilakukan mulai dari persyaratan, sampai proses dalam penguatan dan legalisasi tanah.
“Saya melihat di BPN, banyak orang BPN yang serius dan amanah dengan pekerjaannya, betul-betul melaksanakan tugasnya. Di samping memang tertib administrasi puluhan tahun berlalu, dalam 4 (empat) tahun di era Pak Menteri Sofyan A. Djalil mulai dibereskan. Digitalisasi pun dipercepat karena kita punya Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), itu program strategis nasional, dengan kata lain ada target, ada waktunya,” tutur Surya Tjandra.
“Ini kerja keras Bapak Dirjen, Staf Ahli, Staf Khusus, ini sulit karena butuh dukungan banyak sekali pihak. Mudah-mudahan dua hari ini, kita semua bisa mulai memeriksa apa yang kita lakukan di masa lalu, yang membuat masalah sekarang ada. Bagaimana mulai hari ini kita tidak lakukan lagi. Mudah-mudahan dengan kehadiran teman-teman aparat penegak hukum, kepolisian, kejaksaan dan KPK, kita bisa sama-sama merenungkan agar betul-betul ada kejujuran dan keterbukaan untuk bersama membereskan masalah,” tambah Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN.
Direktur Jenderal PSKP, R.B. Agus Widjayanto, menyampaikan bahwa pentingnya melakukan pencegahan dalam penyelesaian kasus pertanahan untuk menekan jumlah sengketa, konflik dan perkara yang terus ada, bahkan mungkin bertambah.
“Supaya tidak bertambah bahkan menurun, penyelesaian kasus harus dibarengi dengan upaya pencegahan terjadinya sengketa, konflik dan perkara. Paling tidak kita bisa menyelesaikan sampai sengketa, konflik, juga perkaranya menjadi menurun. Oleh karena itu, tugas kita ditambah penyelesaian dan pencegahan sengketa konflik pertanahan,” jelasnya.
Ia menyebutkan, prinsip-prinsip penanganan sengketa, konflik, dan perkara harus dilakukan melalui tahapan penanganan yang jelas.
Penyelesaian kasus harus didasarkan pada fakta-fakta hukum yang sah dan dasar hukum yang kuat atau mengikat.
“Kalau penanganan sengketa harus ada payung regulasinya, pencegahan pun harus ada payung regulasinya. Oleh karena itu, kita menyusun Rapermen Pencegahan,” terang R.B. Agus Widjayanto.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang, Hary Sudwijanto, mengemukakan berbagai modus operandi kejahatan pertanahan yang terjadi.
Ia pun menyebutkan tahapan penyelesaian kasus pertanahan sesuai dengan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 21 Tahun 2020.
“Saya berharap, ini menjadi momen penting untuk merumuskan suatu kajian yang betul-betul bisa dijadikan pedoman, bersama dengan teman-teman aparat penegak hukum. Bisa dirumuskan ada suatu konsep yang kita sepakati bersama sehingga dalam melaksanakan tugas memberi pelayanan kepada masyarakat, bisa berjalan dengan baik,” paparnya.
Sebagai leading sector dalam pencegahan kasus pertanahan, Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan, Daniel Adityajaya, memastikan pihaknya menyelenggarakan fungsi mulai dari penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan identifikasi, dan pemetaan pencegahan, serta pelaksanaan koordinasi dan kerja sama dengan instansi atau lembaga terkait.
“Selama ini yang terjadi terkesan seperti pemadam kebakaran, bergerak setelah ada api. Sekarang kita berpikir bagamana supaya api tidak muncul. Ternyata penyebabnya ialah kasus-kasus yang berulang, yang seharusnya tidak perlu terjadi. Tupoksi yang baru ini mulai diberlakukan dan akan terus diberlakukan untuk menekan laju pertambahan kasus pertanahan,” tegasnya.***