Bogordaily.net – Peternak unggas, jenis ayam ras dan petelur kembali menggelar aksi demonstrasi di Jakarta, Senin (11 Oktober 2021).
Aksi tersebut menyikapi kondisi harga dua komoditas tersebut yang kembali mengalami penurunan hingga di bawah biaya produksi.
Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN), Alvino Antonio mengatakan bahwa ini aksi damai.
Dilakukan oleh gabungan peternak mandiri bersama dengan mahasiswa dari berbagai universitas di Pulau Jawa.
Aksi digelar di Istana Negara, gedung DPR, Kantor Kementerian Pertanian, Kantor Kementerian Sosial, kantor PT Charoen Pokphand Indonedia Tbk (CPIN), dan kantor PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA).
“Aksi ini sebagai bentuk dukungan kami kepada pemerintah dalam memperbaiki tata niaga ayam ras pedaging dan telur. Saat ini, harga sarana pokok produksi tinggi tetapi harga jual ayam hidup dan telurnya murah sehingga sangat merugikan para peternaj rakyat mandiri,” kata Alvino pernyataan resminya, Senin (11 Oktober 2021).
Sejumlah tuntutan disuarakan oleh para peternak dalam aksi yang digelar kali ini.
Salah satunya tuntutan agar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan diganti karena tidak bisa melindungi peternak mandiri.
Para peternak juga kembali menyuarakan tuntutan agar penjualan produk unggas di pasar tradisional hanya diizinkan untuk hasil peternakan mandiri.
Bukan untuk peternakan yang telah berafilisasi dengan sebuah perusahaan besar.
“Perusahaan yang memiliki GPS (grand parent stock), PS (parent stock), pakan, dan afiliasinya termasuk pinjam nama perorangan dilarang berbudidaya, menjual ayam hidup dan telur ke pasar tradisional,” kata Alvino dalam tuntutannya.
Ia menuturkan, peternak juga mengarapkan agar harga ayam hidup (livebird) dan juga telur dapat dinaikkan, setidaknya sesuai harga acuan pemerintah sebesar Rp 20 ribu per kg.
Harga anak ayam usia sehari (day old chick/DOC) dan pakan juga diharapkan dapat mengacu pada acuan pemerintah.
“Kami meminta jaminan supply DOC, jaminan harga jual ayam hidup dan telur di atas HPP sesuai Permendag No 7/2020, yakni minimal Rp 20 ribu per kg,” ujarnya.
Dalam hal harga di tingkat peternak mengalami penurunan, Alvino mengatakan perlu ada mekanisme penyerapan dalam rangka stabilisasi.
Penyerapan bisa dilakukan oleh pemerintah untuk kebutuhan bantuan sosial.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan, melalui statistik perkembangan harga bahan pokok.
Oke menyampaikan, salah satu usulan yang diterima pemerintah untuk stabilisasi harga ayam ras melalui pengendalian importasi bibit ayam. Impor GPS dilarang demi mengurangi kelebihan pasokan.
Pihaknya juga menilai perlu ada transformasi perdagangan daging ayam segar menjadi perdagangan karkas atau daging ayam beku.
Selain itu, diusulkan pula untuk menambahkan pasal pada rancangan Permentan perubahan Permentan Nomor 32 Tahun 2017 terkait kewajiban kepemilikan cold storage dan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU).
Untuk peternak yang memproduksi 300 ribu ekor per pekan dengan kapasitas cold storage minimal 25 persen dari kapasitas produksinya.***