Hari ini seluruh warga Nahdliyin di Indonesia berduka atas wafatnya mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Depok, Jawa Barat.
Selain itu, kiprah Kiai asal Malang, Jawa Timur, ini juga dikenal sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Hari ini Tokoh yang pernah mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden tersebut menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 06.15 WIB di kediamannya di Malang, Jawa Timur.
Kiai Haji Ahmad Hasyim Muzadi lahir di Tuban, Jawa Timur, 8 Agustus 1944, adalah seorang tokoh ulama kharismatik yang sempat mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Modern Darussalam, Gontor, Jawa Timur.
Kenangan saya bertemu dengan Kiai Hasyim Muzadi adalah ketika saya dipercaya sebagai Sekretaris Bantuan Hukum Mega-Hasyim di Pilpres 2004 dan terakhir 7 bulan yang lalu, ketika saya mendampingi para ulama dari Banten (Serang dan Pandeglang) untuk mengadukan nasibnya terkait ditutupnya sumber mata air warga Cadasari dan Baros oleh PT. Mayora Group.
Dalam pertemuan tersebut, beliau menyatakan akan membantu menyampaikan keluhan masyarakat Pandeglang kepada Presiden Joko Widodo. Dan sebagai seorang kiai beliau sangat amanah, untuk menyampaikan semua persoalan warga Banten kepada presiden.
Tak lama setelah pertemuan di kantor Wantimpres antara saya, ulama sepuh yang langsung dipimpin oleh Kiai Hasyim Muzadi, akhirnya ada secercah harapan.
Dimana tak lama kemudian terjadi rotasi jabatan di institusi Polri yang juga berimbas rotasi kepemimpinan di Polda Banten.
Dari semula dijabat oleh Brigjend Pol Boy Rafly Amar diganti Bigjend Pol Listyo Sigit yang juga mantan ajudan Presiden Jokowi.
Melalui fasilitas Kapolda Banten yang baru akhirnya para ulama Banten mendapat dukungan dari DPRD dan Pemerintah Provinsi untuk tidak menerbitkan izin eksploitasi air di wilayah sumber mata air “keramat” di Gunung Karang.
Peristiwa tersebut membuat saya menyimpulkan, bahwa tidak selamanya pemilik modal bisa mempengaruhi para umaro dan ulama.
Itu terbukti PT. Mayora Group yang modal finansialnya segunung tidak bisa mempengaruhi para ulama Banten, Kiai Hasyim Muzadi dan tentunya juga presiden.
Alhamdulillah perjuangan rakyat, santri dan para Ulama Banten akhirnya mampu membuat PT. Mayora gigit jari. Invetasinya yang melabrak peraturan perundang-undangan gagal dengan terbitnya larangan dari Pemerintah Provinsi Banten untuk tidak melanjutkan eksploitasi mata air Gunung Karang.
Tapi perlu dicamkan juga. Bahwa perjuangan panjang yang hasilnya baik ini tidak seperti membalikkan telapak tangan. Diperlukan konsistensi, daya tahan yang tinggi dan tidak mudah menyerah.
Perlu diketahui, dalam perjuangan ini ada juga korban dari masyarakat yang diperiksa polisi dan nyaris jadi tersangka. Bahkan muncul konflik fisik kembali yang kemudian ditetapkan tiga orang tersangka.
Semua usaha ini dilakukan dengan cermat, hikmat dan doa yang akhirnya berujung baik.
Semoga saja model penyelesaian kasus yang menimpa masyarakat Cadasari dan Baros Pandeglang ini bisa jadi rujukan.
Apalagi, nyaris selama 2 tahun kami berjuang berdampingan dengan para santri serta ulama. Dan hasilnya alhamdulilah positif.
Selamat tinggal guru kami Kiai Hasyim Muzadi. Doa dan Perjuanganmu selalu di hati….
Sugeng Teguh Santoso, SH.
(Ketua Tim Advokasi Untuk Banten)