BOGOR DAILY- Program angkot masuk kampung masih menuai pro kontra. Kebijakan ini dituding jadi menambah masalah baru,
di tengah angkutan online yang menjamur. Sejumlah kalangan menilai kebijakan Bima Arya untuk mengurai kemacetan justru menambah gesekan antara sopir angkot dan tukang ojek pangkalan, Ini disebabkan munculnya kompetitor baru, selain ojek online yang membuat rezeki mereka makin seret.
Menurut Pengamat Kebijakan Pemerintah Daerah Mihradi, kebijakan yang dibuat walikota terkesan tergesa-gesa. Sementara, ada tahapan yang sengaja dilompat Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
“Kesan yang timbul pemkot terlihat tergesa-gesa untuk meresmikan rerouting ini. Padahal, ada tahapan yang dilompat,” ujar Mihradi.
Ia mencontohkan, sebelum kebijakan itu dibuat seharusnya ada tahap-tahap yang harus dilalui pemkot. Mulai dari sosialisasi dengan orang-orang yang terkena dampak kebijakan dan tahapan uji coba.
“Dalam tata kelola pemerinah itu harus ada tranparansi dan partisipasi. Transparansi mencakup perencanaan bagaimana program itu akan dibuat. Sedangkan partisipasi itu menyangkut orang-orang yang terkena imbas dari penerapan program itu,” terangnya.
Menurutnya, program angkot masuk kampung rentan dengan terjadinya masalah sosial. Bahkan bisa memperluas peta konflik.
“Konflik dengan angkutan online saja belum selesai. Sekarang angkot masuk kampung ini bisa jadi masalah baru. Karena bisa jadi kompetitor baru bagi ojek pangkalan. Bisa-bisa rezeki tukang ojek pangkalan terampas,” kata Mihradi.
Ia meminta Pemkot Bogor mengurus persoalan satu per satu. Tidak tergesa-gesa, melainkan perlu pertimbangan dan kajian matang. “Pemda tidak boleh main-main. Harus ekstra mengkajinya,” terangnya.
Hal ini juga diamini Pakar Tata Kota Trisakti, Nirwono Yoga. Ia mempertanyakan bagaimana penyediaan angkutan massal yang ada di Kota Bogor.
Sementara, kondisi Perusahaan Daerah Jasa Transportasi milik pemerintah tidak sehat alias bangkrut. Padahal, perusahaan itu yang akan menggerakan pengelolaan layanan angkutan massal di Kota Bogor.
“Ini sama saja menambah masalah baru dengan mendistribusikan kemacetan ke kampung-kampung,” tegas dia.
Nirwono menyarankan agar pemerintah berani mengambil sikap dan gebrakan baru untuk mendorong program reroutingnya berjalan mulus.
“Misalnya membatasi kendaraan pribadi masuk ke kota dengan penerapan e-parking progresif. Semakin ke pusat semakin mahal. Dan peniadaan bertahap parkir di jalanan,” ungkap dia.
Meski begitu, Walikota Bogor Bima Arya meyakini jika program angkot masuk kampung itu bisa mengurai penumpukan yang ada di pusat kota. Bahkan, ini jadi program unggulan pemkot untuk mengurangi kemacetan.
“Ya semuanya akan dilakukan bertahap. Termasuk untuk jaringan jalan nanti itu urusan PUPR,” tandasnya. (met/bd)