Tawaran pijat Pak Amat di Bandung Trade Mall (BTM) tidak mungkin ditampik. Tukang pijat keliling ini berharap ada yang mau memakai jasa pijatnya.
Pak Amat bertemu saya yang sedang menunggu waktu Diskusi Publik bertema “Buruknya Tata Ruang Jabar”, di e-Koffie, BTM Bandung, Kamis, 13 April 2017.
Ditangannya, terdapat hand body lotion. Sementara dari mulutnya menderas: “Pijat, Pak. Pijat, Pak,”.
Seketika saya seperti melihat bapak saya yang sedang gelisah di sekitar tahun 1967. Saya ingat benar, saat itu bapak tidak punya persediaan beras dan lauk-pauk untuk kami makan.
Bapak menunggu di Kuburan Mangkok (sebuah nama kampung di Jakarta), tanpa tahu harus ke mana mencari uang untuk membeli beras dan lauk-pauk itu.
Namun Tuhan Maha Adil dan Penyayang. Dalam kebingungan itu, ketika bapak menawarkan jasa membersihkan kuburan pada satu keluarga yang sedang ziarah, justru bapak dapat tawaran membuat bangunan batu permanen untuk kuburan keluarga tersebut.
Bapak saya memang bukan tukang batu. Akan tetapi diterima saja pekerjaan itu. Dari membuat bangunan kuburan bersama temannya, bapak saya pun dapat membeli dua karung beras, minyak dan lauk pauk. Bahkan untuk persediaan hampir dua bulan (disarikan dari catatan bapak “berjuang menggapai harapan”. Tulisan bapak ini diwariskan pada kami sebelum ia meninggal dunia).
Sebab itu, saat Pak Amat menawarkan jasa pijat di BTM Bandung, saya pun jadi tidak dapat menolaknya. Saya tahu, Pak Amat mencari uang untuk keluarganya sama seperti bapak Saya saat itu. Mungkin saja dia juga sedang kebingungan sama seperti bapak saya dulu.
Pak Amat lalu mulai memijit punggung saya. Dalam beberapa menit, saya merasa Pak Amat ini belum ahli memijat. Namun saya tetap tidak menolaknya. Saya biarkan dia memijat lagi tubuh saya beberapa menit. Tapi tenaganya lemah. Semakin lama, semakin lemah. Apakah karena belum makan atau memang tenaganya kurang kuat? Saya pun segera beranjak dari tempat duduk.
“Giliran Pak Amat yang duduk. Gantian. Biar saya saja yang pijat,” ucap saya disambut raut wajah kebingungan dari Pak Amat. Tapi akhirnya dia menuruti perintah saya juga.
Nah seperti foto di atas ini. Akhirnya terjadilah adegan tukang pijit, malah dipijit pasiennya… hehehe. Saya mulai menerapkan teknik memijit titik-titik akupunktur pada bahu, pinggang, tangan dan telapak tangan. Saya juga menjelaskan manfaat pemijatan pada titik-titik akupunktur tersebut.
Pak Amat malah jadi tambah bingung. Mungkin juga dia keenakan. Tetapi tampaknya Pak Amat lebih khawatir tidak dapat bayaran dari saya. “Kalau sudah saya pijat impas ya, Pak Amat,” guyon saya. Dia pun tersenyum sambil meringis (mungkin menahan sakit, enak dipijit atau juga meringis gak setuju dibilang impas).
Pak Amat lalu menimbali ucapan saya. “Kasih sukarela saja ya, Pak,” katanya. “Hehehehe… tenang, Pak Amat. Bayarannya double. Dipijit. Plus Dapat Duit. Plus silakan makan juga sebagai bonus,” jawab saya.
Akhirnya, Pak Amat yang sudah keenakan dipijit dapat lagi bayaran uang. Dia tidak tahu yang memijitnya adalah Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia yang hari itu sedang ulang tahun. Pak Amat lalu pergi ngeloyor dengan senang. Sambil membawa uang dan badan segar.
Saya dan Pak Amat adalah setara. Advokat, Sekjen Peradi dengan Pak Amat si tukang pijat. Pak Amat adalah urban Kota Bandung yang merantau dari Garut, yang istrinya bekerja sebagai tukang cuci pakaian.
Dalam standar kemanusiaan, saya dan Pak Amat adalah setara. Hak-hak dasar Pak Amat sebangun dengan kita yang mungkin mengklaim sebagai kaum elite.
Kita kadang lalai memperlakukan umat manusia dengan setara. Bahkan zaman ini manusia tersegregasi (dibeda-bedakan) berbasis ekonomi, politik bahkan agama.
Kita lalai bahwa tidak ada yang dapat kita klaim: kemanusiaan kita lebih mulia dari orang-orang yang dianggap miskin dan terabaikan.
Pak Amat adalah orang tua yang berjuang untuk kita (yang merasa menjadi elite, orang penting). Pak Amat adalah diri kita, ketika kita juga dalam kesulitan yang sama.
Jadi apa yang mau Anda banggakan sebagai manusia?
Bandung Trade Mall
Kamis, 13 April 2017
Sugeng Teguh Santoso, SH