BOGOR DAILY- Nama Rano Karno kembali jadi bahan obrolan. Ini menyusul namanya disebut-sebut hakim dalam sidang pembacaan vonis eks Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, kemarin. Meski sebelumnya pemeran ‘Si Doel Anak Sekolahan’ itu membantah terima aliran duit terkait pengadaan alat kesehatan (alkes) rumah sakit rujukan Banten, nyatanya nama Rano disebut hakim telah menerima duit Rp700 juta. Duit itu terkait pengadaan alkes rumah sakit rujukan Banten saat masih menjabat Wakil Gubernur Banten.
Majelis hakim menyatakan Atut tak hanya memperkaya dirinya, tapi juga orang lain. Uang yang mengalir ke Rano Karno berasal dari Direktur PT Bali Pacific Pragama (BPP) TB Chaeri Wardana Chasan alias Wawan, yang juga adik Ratu Atut, dari hasil pengadaan alkes.
“Dalam pelaksanaan pengadaan alkes telah menguntungkan terdakwa dan orang lain,” kata hakim di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (20/7).
Adapun total duit anggaran untuk pengadaan alkes rumah sakit rujukan Provinsi Banten senilai total Rp112 miliar. Anggaran itu berasal dari APBD dan APBNP 2012.
“Untuk pengadaan alkes yang bersumber dari APBD 2012 sebesar Rp88 miliar. Untuk alkes dari APBDP 2012 sebesar Rp24 miliar,” terang hakim.
Hakim mengatakan, seluruh anggaran tersebut ditransfer ke rekening PT BPP. Dari duit itu, sebanyak Rp61 miliar kepada Yuni Astuti melalui rekening atas nama PT Candra Piranti Medika sebagai perjanjian persentase 56,5 dari nilai kontrak.
“Seluruh uang yang masuk ke APBD itu memberikan bagian kepada Yuni Astuti sebesar Rp61 miliar yang ditransfer ke bank atas nama PT Candra Piranti Medika persentase 56,5 persen dari masing-masing kontrak,” sambung hakim.
Dari total uang Rp61 miliar tersebut, Yuni menerima keuntungan Rp39 miliar. Uang itu didapat setelah dikurangi pembayaran untuk supplier sebesar Rp36 miliar, jatah Wawan Rp50 miliar dan biaya pengiriman. Dari sisa uang itu, Yuni kemudian mengeluarkan kasbon dinas untuk kepentingan Dinkes Banten guna dibagikan ke sejumlah pihak.
“Djaja Buddy sebesar Rp240 juta, Ajat Drajat sebesar Rp295 juta, Rano Karno sebesar Rp700 juta, Jana Sunawati sebesar Rp134 juta, Yogi Adi Prabowo sebesar Rp76,5 juta dan Tatan Supardi sebesar Rp63 juta,” jelas hakim.
“Kemudian Abdul Rohman sebesar Rp60 juta, Ferga Andriyana sebesar Rp50 juta, Eki Jaki sebesar Rp20 juta, Suherman sebesar Rp15,5 juta, Aris Budiman sebesar Rp1,5 juta dan Sobran sebesar Rp1 juta,” sambungnya.
Selain itu, hakim menyebut uang pengadaan alkes juga mengalir untuk liburan dan uang saku pejabat Dinkes Banten ke Beijing. Uang total yang diterima Atut sendiri senilai Rp3,8 miliar. “Tim survei, panitia pengadaan dan panitia pemeriksa hasil pekerjaan ke Beijing sebesar Rp1,6 miliar,” katanya.
“Terdakwa menerima 2,5 persen dari total proyek pemprov sejumlah Rp3,8 miliar dalam pelaksanaan pengadaan alkes,” imbuh hakim.
Sebelumnya, Rano Karno memberi bantahan soal aliran dana yang disebut eks Kepala Dinkes Provinsi Banten Djaja Budi Suhardja dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Rabu (15/3).
“Saya membantah keras semua tuduhan yang disampaikan Saudara Djaja, mantan Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Banten, yang sudah diketahui umum telah menandatangani surat pernyataan loyalitas kepada Gubernur Banten ketika itu, Ratu Atut Chosiyah, di hadapan Saudara Tubagus Chaeri Wardana,” ujar Rano dalam keterangan tertulis, Rabu (15/3).
Rano mengatakan, tindak pidana korupsi yang membuat Ratu Atut menjadi terdakwa terjadi pada tahun anggaran 2011-2012. Sementara Rano dilantik sebagai Wagub Banten pada 11 Januari 2012.
Ratu Atut divonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. Ratu Atut terbukti bersalah melakukan korupsi dengan mengatur proses penganggaran pengadaan alkes Banten.