BOGOR DAILY-Tak hanya Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor yang memantau gagalnya proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), anggota DPRD Kota Bogor pun bakal menyelidikinya. Hari ini, Komisi C DPRD akan memanggil Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Rahmat Hidayat.
Paket lelang pembangunan gedung rumah sakit blok 3 tahap dua senilai Rp72 miliar itu sudah menghilang dari situs resmi pelelangan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, eproc.kotabogor.go.id. Dalam pelelangan tersebut, PT Modern Widya Tehnical, PP Pracetak, PT Amarta Karya(Persero), PT Citra Prasasti Konsorindo, PT Global Daya Manunggal tercantum dalam lima teratas dari delapan perusahaan lainnya. Setelah melewati rangkaian seleksi, PT Amarta Karya menjadi perusahaan yang dikabarkan telah memenuhi persyaratan. Namun adanya dugaan keterlibatan orang dekat wali kota Bogor, ULP Kota Bogor menggagalkan perusahaan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.
Hilangnya dokumen lelang proyek pembangunan Kota Bogor itu membuat sejumlah pihak kebingungan. Tak terkecuali anggota Komisi C DPRD Kota Bogor Zaenul Mutaqin. Ia merasa heran atas hilangnya lelang proyek pembangunan di RSUD Bogor tersebut. Padahal, pembangunan gedung RSUD tersebut sangat penting. Apalagi, jumlah pasien RSUD semakin meningkat.
Anggota Komisi C DPRD Kota Bogor Zaenul Mutaqin mengaku tidak tahu pasti dan merasa heran atas hilangnya dokumen lelang pembangunan RSUD Kota Bogor. Namun dari sejumlah informasi yang didapat, gagal lelangnya pembangunan gedung RSUD tersebut karena kepentingan segelintir pihak.
“Saya tidak mau tahu, siapa yang bermain dan memiliki kepentingan dalam proyek gedung RSUD ini. Yang jelas, pembangunan itu harus tetap dilaksanakan. Ini untuk kebutuhan hajat hidup orang banyak dan menampung pasien lebih banyak lagi ke depannya. Jadi, saya minta tidak main-main,” ujar politisi PPP itu.
DPRD Kota Bogor, kata Zaenul, sudah memperjuangkan sekuat tenaga agar pembangunan gedung baru di RSUD Kota Bogor ini di anggaran Rp72 miliar. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus warga yang selalu kekurangan ruangan saat akan rawat inap. “Jadi, jika karena hanya kepentingan beberapa kubu yang ingin meraup keuntungan dari proyek ini akhirnya jadi batal dibangun, ini tentu menyakiti hati rakyat,” terangnya.
Karena merasa ada kejanggalan dari proses lelang tersebut, Komisi C akan memanggil direksi RSUD Kota Bogor serta kepala Bagian Administrasi Pembangunan dan Pengadaan Barang Jasa Setda Kota Bogor untuk meminta klarifikasi atas gagalnya lelang RSUD hari ini. “Nanti akan diketahui kenapa lelang ini gagal. Apa karena soal teknis atau kepentingan segelintir pihak,” katanya.
“Jika sampai tidak jadi dibangun karena adanya segelintir kepentingan, ini sangat keterlaluan karena kami memperjuangkan supaya anggaran pembangunan 300 kamar kelas III itu dianggarkan tahun ini. Kalau kondisinya seperti ini tentu sangat menyakiti hati rakyat,” sambungnya.
Sebelumnya, imbas gagalnya lelang gedung RSUD ini akibat kepentingan beberapa pihak, termasuk orang dekat penguasa di Kota Bogor hingga menyebabkan rotasi pejabat di lingkup Pemkot Bogor pada 21 Juli 2017. Dari 44 pejabat eselon III, ada dua pejabat di RSUD Kota Bogor yang dimutasi.
Keduanya adalah Kepala Bagian Umum dan Kepegawaian RSUD Kota Bogor Ana Ismawati dan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD M Iman. Ana dipindahkan ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bogor sebagai kepala bidang pembudayaan olahraga. Sedangkan Iman dirotasi menjadi kepala bagian administrasi kerja sama rakyat pada Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bogor.
Dua pejabat RSUD Kota Bogor yang dimutasi kabarnya menyetujui hasil lelang yang memenangkan PT Amarta Karya (Persero).
Menanggapi hal ini, Pengamat Hukum dan Pemerintahan Sugeng Teguh Santoso mengatakan, setiap pembangunan seharusnya tidak intervensi pihak-pihak tertentu, karena proses pembangunan di Kota Bogor akan terganggu. “Tujuan pembangunan ini untuk meningkatkan sejumlah fasilitas di Kota Bogor, tetapi jika ada intervensi dari pihak-pihak tertentu seperti Timses maka pembangunanya akan terhambat,” ujarnya.
Sugeng juga mengkritisi mekanisme pelelangan yang diduga janggal, karena pasca-gagalnya lelang pembangunan gedung tersebut data di eproc.kotabogor.go.id langsung dihapus dan tidak bisa diakses publik. Padahal, pelelangan itu seharusnya dapat diakses publik sehingga masyarakat mengetahui sejumlah wacana pembangunan yang akan dilakukan Pemkot Bogor.
Dengan dihapusnya sejumlah data lelang di Pemkot Bogor, menurut Sugeng, Pemkot Bogor tidak transparan kepada masyarakat. Sehingga ketika gagal lelang, data pelelangan langsung dihapus. Terlebih jumlah anggaran pembangunan RSUD tersebut cukup fantastis yakni Rp72.784.625.000. “Masyarakat bisa melaporkannya kepada kominfo, karena ini masalah keterbukaan publik,” terangnya.
Ketua Yayasan Satu Keadilan ini juga menambahkan, jika ada pihak-pihak tertentu yang menjadi timses, seharusnya tidak terlibat dalam pelelangan yang dilakukan ULP, karena Pemkot Bogor sudah mempunyai bagian tersendiri yang melakukan pelelangan. “Timses tidak harus jauh ke situ, karena sudah ada bagian pelelangan di Pemkot Bogor,” katanya
Sementara hingga berita ini diturunkan, Kepala ULP Kota Bogor masih belum dapat dikonfirmasi terkait pembangunan gedung RSUD Kota Bogor. Sudah berkali-kali dihubungi dan didatangi ke kantornya di Setda Kota Bogor, tak juga bisa ditemui.