Wednesday, 15 January 2025
HomeKabupaten BogorDilema Warung Puncak : Relokasi Belum Tentu Menjadi Solusi

Dilema Warung Puncak : Relokasi Belum Tentu Menjadi Solusi

Bogordaily.net – Hati pedagang warung puncak kembali dag dig dug. Karena kabar lokasi usaha mereka akan “dibongkar” pada akhir bulan Desember. Sebuah lingkaran setan yang sudah ada sejak zaman orde baru. Karena pelanggaran ketertiban umum dan sumber kemacetan selalu lekat dengan mereka.

“Kami memang salah. Tapi kami memohon kepada pemerintah dan semua pemangku kebijaksanaan. Agar kami di bina, bukan di binasakan,” ucap Muhidin (45) salah seorang petwakilan pedagang.

Ayah tiga orang anak ini menceritakan.pengalamannya. Mulai mengadu untung membuak sebuah warung kecil di pinggiran jalan puncak sejak tahun 1999. Karena desakan ekonomi dan bertahan hidup. Hingga sekarang mampu menghidupi keluarganya.

Baca juga : Harga iPhone 15 yang Dirilis Apple, Cek!

Lika liku perjuangan untuk memperoleh hak berjualan secara legal bersama kawan-kawan pedagang lain, banyak menemui kebuntuan. Bahkan mereka rugi ratusan juta rupiah.

Akibat janji manis beberapa oknum lembaga swadaya masyarakat yang mengaku memiliki kedekatan dengan penguasa daerah.yang konon bisa memberikan solusi.

Akhirnya mereka menerima kondisi “bongkar – pasang” warung. Hari ini dibongkar, besok pasang dan bangun. lagi. Tentu saja hal ini kembali menjadi bulan bulanan okhum aparat yang memanfaatkan situasi.

Melihat hal ini, Pemerintah Kabupaten Bogor bekerja sama dengan Kementrian PUPR memberikan sebuah solusi. Dengan membangun Rest Area Gunung Mas.

Diatas lahan seluas 7 hektar, dengan tiga lokasi parkir yang mampu menampung 500 mobil dan 516 kios siap huni. Fasilitasnya sangat mumpuni karena didalamnya berdiri meajid dengan luas 576 meter persegi.

Sedikit menampik, Muhidin menjelaskan keberatannya secara pribadi untuk.wacana relokasi ke rest area Gunung Mas. Menurutnya fasilitas megah tersebut belum tentu menjadi sumber pendapatan mereka.

Baca juga : Link Drakor Moving Episode 16 dan 17 Sub Indo, Klik di Sini!

“Sebagian besar, kami berjualan hanya makanan dan minuman kemasan instant. Tapi kesederhanaan itu mengundang para pengguna jalan. Mereka bebas memilih mengaso dan mengisi perut dimana saja. Sambil menikmati pemandangan pegunungan dan hamparan kebun teh yang indah,” jelas Muhidin.

Menutup pembicaran, Muhidin menegaskan bahwa sekitar 350 pedagang warung puncak bersedia memberikan kontribusi. Dengan membayar pajak dan melakukan sewa lahan.

Karena mereka lebih memilih membangun sebuah “Rumah panggung” yang asri dan rapi dengan masuk dan menyewa lahan PTPN. Sehingga tidak. mengganggu jalur pedestrian dan lalu lintas.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here