BOGOR DAILY- Pemerintah Kabupaten Bogor memutuskan menutup Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud. Penutupan pesantren tersebut dilakukan setelah adanya desakan dari warga Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, karena pesantren tersebut dituding mengajarkan paham radikal dan anti-NKRI.
Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor Adang Suptandar mengatakan, berdasarkan hasil pertemuan antara muspida yang dihadiri pihak Yayasan Al Urwatul Wutsqo Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud, telah dikeluarkan keputusan yakni melarang seluruh kegiatan lembaga yang menamakan diri Ma’had Tahfidzul Qur’an Ibnu Mas’ud.
Keputusan tersebut tertuang dalam surat pernyataan bersama yang digelar pada Senin (18/9/2017) di Kantor Kecamatan Tamansari.
Adapun poin-poin dalam surat pernyataan tersebut di antaranya, tidak memiliki izin pendirian dan operasional sebagai lembaga pendidikan keagamaan.
Kemudian, tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung. Kegiatan yang dilaksanakan terindikasi kuat bertentangan dengan tujuan, asas dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Selanjutnya, aktivitas yang dilakukan nyata-nyata telah menimbulkan keresahan dan konflik di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Dalam surat pernyataan itu, Muspida bersepakat untuk melarang Ponpes Ibnu Mas’ud,” kata Adang saat meninjau Ponpes Ibnu Mas’ud.
Dengan adanya pelarangan tersebut, Adang berharap dapat menciptakan keamanan dan kenyamanan bersama, khususnya bagi masyarakat Tamansari.
Pemerintah daerah, dalam beberapa waktu ke depan, memastikan akan tetap memberikan pengawasan khusus pada ponpes yang berada di Kaki Gunung Salak itu. “Tetap akan kami awasi. Pihak ponpes juga bersedia dan menerima dengan keputusan tersebut,” tegas Adang.
Sementara itu, Pimpinan Yayasan Al Urwatul Wutsqo Agus Purwoko mengaku menerima hasil keputusan yang dikeluarkan oleh Muspida. “Kami akan koreksi diri apa yang harus dilakukan ke depannya,” kata Agus.
Agus mengakui, pesantren yang dipimpinnya kurang berkomunikasi dengan berbagai pihak termasuk dengan masyarakat sekitar. “Ke depan kami juga akan mengevaluasi cara merekrut santri yang ingin belajar tahfizd Alquran di tempat kami,” kata dia.
Untuk sementara ini, aktivitas pesantren tersebut dihentikan. Jika semua persyaratan sudah selesai, dirinya mengaku akan melanjutkan aktivitas belajar tahfidz Alquran bagi anak-anak usia 10 hingga 13 tahun.
“Ya akan saya teruskan,” kata Agus