Oleh: Hj. Ade Yasin, SH, MH
(Calon Bupati Bogor 2018)
Memperingati Hari Kesaktian Pancasila selalu berkaitan dengan peristiwa G30S/PKI yang terjadi 30 September 1965. Dimana terjadi tragedi yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S).
Tragedi ini memang masih menjadi perdebatan di tengah lingkup akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif di belakangnya. Akan tetapi otoritas militer saat itu menyebar kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha Partai Komunis Indonesia (PKI) mengubah Pancasila menjadi ideologi komunis.
Pada hari itu, enam Jenderal dan 1 Kapten serta beberapa orang lainnya dibunuh oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S pada akhirnya berhasil diredam otoritas militer Indonesia.
Pemerintah kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September (G30S) dan 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Bahwa meninggalnya sejumlah perwira TNI pada 1 Oktober 1965 merupakan tragedi yang patut dikenang.
Hari Kesaktian Pancasila ini juga dapat dijadikan titik tolak bahwa kita tidak boleh meremehkan ideologi Pancasila. Pancasila adalah produk Indonesia asli yang senantiasa menjadi perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila juga merupakan bagian ajaran agama Islam untuk menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian dan persamaan hak dalam konteks berbangsa dan bernegara. Dengan mengamalkan nilai-nilai pancasila berarti mengamalkan nilai yang diajarkan agama.
Nilai-nilai pancasila yang sesuai ajaran Islam dapat diidentifikasi sebagai berikut: pada sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, bisa diidentifikasi ke dalam firman Allah SWT yang artinya: “Katakanlah Muhammad bahwa Allah itu Esa”. Hal ini menandakan bahwa ada kesesuaian antara ajaran Islam dengan nilai sila pertama ini.
Pada sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, sejalan dengan firman Allah SWT dalam Alquran surat Ar-Rahman ayat 8 yang artinya: “Tegakkanlah timbangan dengan keadilan dan jangan sekali-kali kamu berlaku curang dalam timbangan”.
Pada sila ketiga, “persatuan Indonesia” berkaitan erat dengan firman Allah SWT: “berpegang teguhlah kamu dengan agama Allah dan jangan kamu berpecah belah,” (QS Ali-Imran: 103).
Begitu juga dengan dua sila berikutnya yang masing-masing bisa diidentifikasikan dalam Alquran surat An-Nahl ayat 125 dan hadits nabi Muhammad SAW yang shahih.
Dengan menjalankan kehidupan bernegara berlandaskan Pancasila maka sama saja kita mengamalkan nilai-nilai agama. Karena sesungguhnya apa yang ada pada Pancasila merupakan ajaran agama Islam yang wajib dijunjung tinggi oleh umat muslim Indonesia.
Yang tampak selama ini, masih ada yang lalai bahkan lupa untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Ini karena egoisme, ketamakan dan keserakahan dalam menjalankannya. Kini saatnya semua pihak perlu introspeksi diri. Kembali menghayati serta mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai perwujudan Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap 1 Oktober.
Di tengah berbagai kemajuan zaman dan perubahan gaya hidup saat ini, Pancasila harus memberi bukti nyata sebagai perekat bangsa yang mambawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan data BPS, per Maret 2017, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup tinggi yakni berjumlah 27,77 juta orang.
Oleh sebab itu, pengabdian kepada rakyat bukanlah sebuah mandat sederhana. Butuh totalitas, profesionalitas, intelektualitas dan spiritualitas yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, sehingga bangsa ini bisa aman, damai dan sejahtera.
Semoga peringatan Hari Kesaktian pancasila tidak hanya sekedar seremonial belaka. Tapi memberi makna yang kuat tentang pentingnya menjaga keutuhan dan kemajuan bangsa Indonesia. (*)