BOGOR DAILY-Kasus dugaan korupsi di tubuh Bank Jabar Banten Syariah (BJBS) menyusul adanya laporan Bareskrim pada 7 September lalu. Tak tanggung-tanggung, jumlah kerugian akibat tindak pidana korupsi ini pun mencapai Rp548,94 miliar hingga polisi menggeledah kediaman terduga koruptor di Bogor.
Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri tengah menyelidiki dugaan korupsi di BJBS. Total kerugian negara dalam praktik ini hampir mencapai setengah triliun rupiah.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menggeledah sejumlah ruangan di kantor Cabang BJBS di Jalan Braga, Bandung, Jawa Barat, sekaligus rumah terduga koruptor, kemarin.
Adalah YC, pimpinan BJBS Cabang Braga yang berlokasi di Bogor diduga ikut menerima duit korupsi atas kredit yang diberikan BJBS kepada PT Hastuka Sarana Karya (HSK) untuk pembiayaan pembangunan proyek Garut Super Blok (GSB) tahun 2014-2015. YC diduga turut andil dalam pencairan kredit BJBS ke PT HSK.
Ini sesuai hasil yang diperoleh Bareskrim dari rumah bersangkutan. “Sudah dapat dokumennya dari rumah koruptornya,” ungkap sumber Metropolitan. Sementara Kepala Sub Direktorat V Kombes Indarto membenarkan telah melakukan penggeledahan di rumah pimpinan BJBS yang terlibat proses pencairan kredit ke PT HSK senilai Rp566,45 miliar.
Penyidik juga menggeledah rumah YC, pimpinan BJBS Cabang Braga yang berlokasi di Bogor. “Iya, (penggeledahan, red), kami sita dokumen kredit terkait pencairan kredit BJBS,” terang Indarto.
Untuk diketahui, kasus ini dilaporkan Bareskrim pada 7 September 2017 dengan Laporan Polisi Nomor: LP/910/IX/2017/Bareskrim, tanggal 7 September 2017. Kemudian diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Sidik/175.a/IX/2017/Tipidkor, tanggal 7 September 2017.
Akhirnya kasus ini pun terus diusut Bareskrim. Selain rumah YC, untuk menguatkan alat bukti dugaan korupsi tersebut, penyidik juga menggeledah beberapa lokasi di Bandung, yaitu kantor pusat BJBS di Jalan Braga, Bandung, Jawa Barat.
Sejumlah ruangan di kantor tersebut turut digeledah, di antaranya ruangan direktur utama, ruangan direktur operasional, ruangan direktur kepatuhan dan ruangan direktur pembiayaan. “Hasilnya kami sita dokumen pembiayaan, dokumen RUPS,” kata Indarto.
Selesai menggeledah kantor BJBS di Braga, kemudian penyidik bergerak ke rumah Plt Direktur Utama BJBS berinisial YG di kawasan Bandung, Jawa Barat. Hanya saja ketika didatangi, rumah YG dalam keadaan terkunci, sehingga penyidik melakukan penyegelan. “Rumahnya terkunci. Yang bersangkutan tidak bisa dihubungi. Rumahnya untuk sementara disegel sampai bisa digeledah,” ujarnya. Saat ini, sambung Indarto, kasus tersebut telah masuk ke penyidikan. “Sudah penyidikan,” tegasnya.
Adapun modus korupsi yang dilakukan terduga koruptor yakni memberikan kredit senilai Rp566,45 miliar kepada PT HSK tanpa jaminan atau agunan kepada pihak bank sehingga menimbulkan kerugian negara mencapai Rp548,94 miliar. “Seharusnya kan tanah induk dan bangunan yang dijadikan agunan, tapi ini tidak. Malah pihak debitur mengagunkan ke bank lain,” ucap Indarto, Selasa (17/10).
Guna melancarkan pinjaman di bank pelat merah Pemerintah Daerah Jawa Barat tersebut, lanjut Indarto, PT HSK seolah-olah meyakinkan pihak bank bahwa ada 161 pihak yang akan membeli ruko di mal yang akan dibangun. “Tapi semuanya fiktif. Seolah-olah ingin beli ruko di sana, tapi kenyataannya tidak ada,” imbuh Indarto.
Adapun pasal yang diterapkan yakni Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Pemimpin Divisi Corporate Secretary BJB Hakim Putratama mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan informasi terkait kronologi penggeledahan yang terjadi di tiga lokasi tersebut. Setelah itu perseroan akan menyampaikan keterangan resmi dalam waktu dekat. “Ya memang terjadi penggeledahan di BJBS. Kami sedang mengejar kronologi sebenarnya,” ujarnya.
Menanggapi dugaan korupsi yang dilakukan oknum manajemen bank, Hakim mengaku pihaknya telah menerapkan prinsip tata kelola perusahaan dengan baik sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selama ini BJBS juga berada dalam pengawasan ketat induk usaha.
Dia menjelaskan, kasus kredit macet memunculkan dua potensi kesalahan, yakni sistem analisis dalam proses pemberian kredit atau memang ada oknum yang terlibat dalam proses transaksi. Oknum yang dimaksud tak melulu berasal dari internal perbankan, tetapi bisa juga oknum nasabah. “Pengawasan sudah ketat dan harus dilihat bahwa ada juga oknum-oknum nasabah yang harus diperhatikan. Analisa kredit betul atau tidak, atau ada oknum kongkalingkong, biar dibuktikan secara hukum,” paparnya.