BOGOR DAILY- Diperbolehkannya mobil masuk Kebun Raya Bogor (KRB) belakangan mulai menimbulkan keresahan. Sebab, banyak kendaraan pengunjung yang nekat keliling dan menerobos rindangnya hutan kota. Akibatnya, banyak wisatawan yang merasa terganggu. Kebijakan pengelola KRB yang sudah berlaku sejak 2016 itu pun kini mulai disoroti hingga menimbulkan pro kontra.
Pada November 2016, pengelola Kebun Raya telah memperbolehkan kendaraan pengunjung parkir di area KRB. Namun, tidak untuk berkeliling. Tetapi kenyataannya, tempat wisata yang menjadi jantung Kota Bogor itu malah bebas dijelajahi pengunjung dengan kendaraan roda empatnya.
Aksi protes pun akhirnya muncul dengan dimuatnya posting-an dari salah seorang warganet. Ya, pemilik Facebook dengan nama akun Bayu Bajra menuliskan unek-uneknya tentang kebijakan KRB yang membolehkan kendaraan keliling hutan.
Di sebuah forum diskusi ‘Masyarakat Cinta Bogor’, Bayu mendesak agar Wali Kota Bogor Bima Arya turun tangan meninjau lagi kebijakan pengelola KRB. Sebab, ia menganggap kebijakan itu merugikan banyak pengunjung yang ingin menikmati kesegaran KRB.
“Yth. Kang Walikota Bogor. Mohon kebijakan pembebasan kendaraan roda 4 ‘menjelajah’ Kebun Raya Bogor di hari libur ditinjau ulang. Silahkan dibuat survei untuk mengetahui opini warga/pengunjung- pecinta KRB sbg bahan evaluasi. Sebagai pecinta KRB yg hampir setiap wiken memanen keindahan dan kesegaran paru-paru bogor raya bahkan ibukota saya merasa dirugikan dengan kebijakan tsb,” demikian tulisan yang ia posting di forum Masyarakat Cinta Bogor.
Tak ayal, posting-an itu pun ramai dikomentari. Kebanyakan warganet setuju bahwa kebijakan mobil masuk Kebun Raya dihapus. Seperti yang ramai dikomentari warganet di kolom komentar Bayu Bajra.
Yadi Bonds: “namanya kebun itu gak boleh ada kendaraan..kcuali mau angkut hasil kebun..apalg ini kebun raya bkn kebun budidaya hasil tanaman..MESTI STERIL DARI ASAP KNALPOT..” Endang Kosasi: “jln kaki ngeri apa lg bwa anak.skrg krb bukan tempt refeshing udh ky jlnana umum biasa mw nyebrang jg harus liat kanan kiri…..” Hastonoadi Santosa: “Mobil masuk.mungkin karena keadaan…..jalan sempit..parkir mobil yg mau.ke KRB ngga ada yg khusus…malah pada parkir di.pinggir jalan sekeliling kebun. Raya…..sekarang ngga boleh parkir dipinggir jalan…jadi ya mobil.boleh masuk.ke KRB sambil mengutip biaya parkir.mobil.”
Tak cuma warganet, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bogor juga ikut bereaksi soal kebijakan KRB. Ketua KNPI Kota Bogor Bagus Maulana Muhammad mengatakan, pengelola KRB tidak bisa membiarkan ikon Kota Bogor yang selama ini jadi kebanggaan warganya rusak karena kebijakan yang ‘ngawur’.
Sebab dengan diperbolehkannya kendaraan masuk, otomatis akan berimbas pada lingkungan Kebun Raya yang tidak lagi asri dan alami, melainkan tercemar dengan gas emisi yang dihasilkan kendaraan. “Kebun Raya itu kan hutan. Ya idealnya masuk ke sana itu harusnya jalan kaki, bukan malah pakai kendaraan. Jangan bikin kebijakan yang berpotensi merusak dong,” ujar Bagus.
Kepala Bagian Tata Usaha KRB Ace Subarna mengakui bahwa dalam lima bulan terakhir jumlah kendaraan yang masuk KRB cukup membeludak. Walau diperbolehkan masuk, pihak KRB memberlakukan aturan tertentu. Kendaraan hanya boleh parkir di dalam, tidak boleh berjalan atau bergerak. Diberlakukan lokalisasi, hanya diperbolehkan masuk dari pintu tiga, khusus untuk akhir pekan.
Sayangnya, pihak KRB sulit membendung kendaraan yang masuk dan mengawasi pengunjung satu per satu. Ditambah pihaknya juga memiliki keterbatasan lahan parkir. “Kalau ada yang keliling ya kami tegur untuk tetap pada jalur yang ditentukan. Tapi sulit untuk mengawasinya. Kami juga sedang menjajaki sponsorship dengan pihak swasta untuk mengoperasikan sepeda bagi pengunjung dan petugas lapangan,” ujar Ace.
Sebab, saat ini Ace mengaku bahwa pengelola KRB tidak bisa menambah kawasan untuk slot parkir lantaran hal ini akan mengurangi Ruang Terbuka Hijau (RTH). Sementara Pemkot Bogor juga tidak memiliki area untuk menampung parkir kendaraan pengunjung KRB, terutama di hari libur.
“Dengan sangat terpaksa, kebijakan mengizinkan kendaraan masuk harus ditempuh, salah satu solusi mengatasi kemacetan di sekeliling KRB-Istana Bogor. Padahal, memang idealnya tidak ada Kebun Raya di dunia yang memperbolehkan kendaraan masuk, karena berpengaruh terhadap kenyamanan dan ruang terbuka hijau. Apalagi tujuan konservasi kan Go Green,” ungkapnya.
Menjawab itu, Bagus Maulana pun meminta agar Pemkot Bogor turun tangan untuk mengembalikan fungsi pool DAMRI sebagaimana mestinya. “Pool DAMRI itu harusnya jadi jadi pool bus wisata. Harusnya itu difungsikan sehingga pengunjung bisa memarkirkan kendaraannya di sana. Jadi mereka harus jalan ke KRB,” ujar Bagus.
Sementara anggota Komisi B Atmadja berpendapat bahwa kebijakan mobil boleh masuk KRB sah-sah saja dilakukan asalkan sesuai aturan yang ada. “Sepanjang mobilnya tidak keliling cuma parkir saja, tidak masalah. Makanya pengawasan itu harus dilakukan KRB,” kata Atmadja.
Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya LIPI Didik Widyatmoko mengaku terpaksa memperbolehkan kendaraan masuk KRB untuk mengurangi kemacetan di jalan Sistem Satu Arah (SSA) di sekeliling KRB.
Dari informasi yang dihimpun, pengunjung KRB pada hari biasa mencapai seribu orang, sedangkan akhir pekan bisa mencapai 5.000 lebih, dengan jumlah kendaraan mencapai 200 unit lebih.
“Sangat tidak mudah mengatasi masalah perparkiran ini, sebab daya tampung parkir mobil di area sekitar KRB sangat terbatas, khususnya pada akhir pekan. Idealnya, mobil tidak boleh masuk KRB sehingga pengunjung nyaman. Tetapi kondisi ideal ini belum bisa terwujud saat ini. Dengan sangat terpaksa, KRB menampung mobil pada akhir pekan,” katanya kepada Metropolitan, kemarin.
Sebelum berlaku SSA, sambung Didik, KRB sebenarnya tidak menerima mobil masuk Kebun Raya pada Minggu. “Terminal bus DAMRI yang seharusnya menampung bus-bus pengunjung KRB tidak difungsikan sebagaimana mestinya oleh pengelola terminal. Perlu pemecahan masalah parkir ini secara integratif dari berbagai pihak. KRB tidak bisa mengatasi sendirian,” tandasnya.