Bogordaily.net – Berkegiatan di alam terbuka beratap langit, beralas tanah dan hutan makin hari jadi tren yang disukai berbagai kalangan di Indonesia. Puncak gunung yang menjulang 1.000 hingga 3.000 lebih meter di atas permukaan laut, nama-namanya semakin dikenal.
Jalur pendakiannya berlomba-lomba untuk disambangi dan disyukuri keindahannya.
Akan tetapi, berkegiatan apapun di alam terbuka, mengandung dan mengundang bahaya. Bagaimana menjelajah atau mendaki aman dan nyaman?
Djukardi “Bongkeng” Adriana, pendaki senior di Indonesia sekaligus EIGER Adventure Service Team Advisor mengatakan, minimnya persiapan para pendaki gunung dan penjelajah alam terbuka akhirnya menyebabkan banyak kecelakaan.
“Pendaki tersambar petir, jatuh dari tebing, tersesat di hutan, mengalami kedinginan ekstrem akibat kurangnya peralatan dan perbekalan. Padahal seharusnya mendaki gunung itu mengajarkan kita untuk memahami dan belajar tentang kerendahan hati,” ungkap Kang Bongkeng, panggilan akrabnya.
Menyikapi tren pendakian yang semakin populer, EIGER Adventure brand penyedia perlengkapan luar ruang asal Indonesia, kembali menyelenggarakan Mountain & Jungle Course (MJC) 2024 untuk yang ke-17 kalinya, kali ini berlokasi di Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Agenda ini menjadi ruang belajar bersama, kelas untuk berlatih berkegiatan di alam terbuka.
Dari total 1.150 peserta yang mendaftar, berhasil disaring menjadi 100 peserta terpilih yang mewakili puluhan provinsi di Indonesia. Galih Donikara, EIGER Adventure Service Team Advisor sekaligus penanggung jawab MJC 2024 menjelaskan, Rinjani menjadi lokasi karena tema pembelajaran kali ini adalah tentang dokumentasi dalam perjalanan.
“Selama delapan hari, 100 peserta dari berbagai daerah di Indonesia telah berkumpul di kaki Gunung Rinjani. Materi yang disampaikan berupa teori dan praktek langsung berkegiatan di alam terbuka,” ujarnya.
Kelas Gunung dan Hutan atau MJC 2024 pun telah dibuka dengan upacara pembukaan, Rabu (24/7) pukul 08.30 WITA. Galih menyampaikan agenda ini akan menekankan pada diskusi dan belajar bersama untuk mengubah sikap, membangun sikap menjadi pendaki atau petualang yang bertanggung jawab.
“Delapan hari MJC 2024 di Rinjani, EIGER mengajak seluruh peserta untuk membangun sikap bukan fisik. Satu hal yang paling bahaya dalam pendakian itu adalah sikap sombong kita. Seolah kita menaklukkan gunung, padahal alam itu tidak bisa ditaklukkan, yang harus diredam dan ditaklukkan adalah diri sendiri,” tegas Galih.
Berbagai pemateri didatangkan EIGER dari berbagai daerah dan latar belakang. Mulai dari Kepala Balai TN Gunung Rinjani, Djukardi “Bongkeng” Adriana, Mamay S. Salim, Fransiska Dimitri (World 7 Summiteers), dr Ratih Citra Sari (Wanadri), Sofyan Arief Fesa (World 7 Summiteers), Siska Nirmala (Zero Waste Adventure), Dudi Sugandi (Jurnalis Senior-Garasi Komunikasi), Nurhuda dan Gustaman (Wanadri).
Sebelumnya, kelas online pun sudah dilakukan sebagai bekal awal. Ketika tiba di kaki Rinjani, 100 peserta asal berbagai daerah bertemu dengan pemateri lalu melengkapinya dengan simulasi dan praktek langsung. Total sebanyak sembilan orang pemateri dengan latar belakang profesional, berlatih bersama dari lembah hingga puncak Rinjani.
“Sembilan orang pemateri datang dengan latar bermacam-macam. Sebagian ada yang sudah menuntaskan tujuh puncak dunia atau seven summiteers. Kesempatan untuk berbagi pengalaman, edukasi dan mengubah sikap dalam mempersiapkan perjalanan dengan matang, agar aman dan nyaman,” tegas Galih.
Setelah matang secara materi teori dan praktek, 100 orang pendaki akan melakukan simulasi final dengan mendaki sejumlah bukit di sekitar Rinjani, yakni Bukit Pergasingan, Bukit Anak Dara, Bukit Kanji, dan Bukit Dandaun.
“Puncak dari rangkaian Mountain & Jungle Course EIGER 2024 akan dilakukan di hari Minggu (28/7). Total 100 peserta akan melakukan pendakian bersama menuju puncak Rinjani dengan melalui rute Sembalun juga Sajang, melakukan upacara bersama di puncak, sampai turun kembali melalui Torean pada Rabu (30/7) dengan total perjalanan 3 hari 2 malam,” jelas Galih.
Seluruh proses berlatih, berbagi pengalaman dan praktek langsung akan menerapkan pengetahuan ekspedisi yang telah dipelajari sebelumnya di dalam kelas.
“Kombinasi antara berbagai materi perlengkapan dan perbekalan, zero waste adventure, dokumentasi ekspedisi, membangun jaringan komunikasi, navigasi darat, penanganan medis kala darurat, sampai urusan survival sederhana di alam terbuka. Materi ini diharapkan membawa pengalaman berharga dan dapat disebarkan ke kawan-kawan petualang lain,” pungkas Galih.***