Friday, 18 October 2024
HomeKota BogorMomen Hari Ibu, Ada 62 Wanita di Bogor Tewas usai Melahirkan

Momen Hari Ibu, Ada 62 Wanita di Bogor Tewas usai Melahirkan

BOGOR DAILY- Peringatan Hari Ibu pada 22 Desember kemarin masih menyisakan kepiluan terhadap nasib ibu di wilayah Bogor. Sebab, angka kematian ibu melahirkan sepanjang 2017 masih tinggi hingga merenggut 62 nyawa ibu.

DATA yang dihimpun Met­ropolitan, di Kabupaten Bogor tercatat jumlah kematian ibu sebanyak 56 jiwa. Hal ini di­sebabkan mengalami pen­darahan pada saat melahirkan.

Sementara di Kota Bogor, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor mencatat hingga Oktober 2017 kematian ibu akibat melahirkan berjum­lah enam kasus dan 43 kasus kematian bayi baru lahir.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dede Agung mengatakan, dari catatan Dinkes Kabupaten Bogor, kasus kematian ibu dan bayi setiap tahun naik 20 persen. Pada 2017 mencapai 56 kema­tian ibu dan 90 kematian bayi. Sedangkan angka kelahiran bayi 124 ribu, untuk angka kematian baru lahir 160 kasus. Sementara pada 2016 tercatat ada 58 kasus kematian ibu. ­

Mayoritas kasus kematian anak dan bayi saat melahirkan itu terjadi pada kaum ibu muda. Menurutnya, kematian ibu dan bayi lantaran banyaknya ibu hamil yang mengalami pendarahan saat dan setelah proses melahirkan. ”Kasus itu terbanyak terjadi pada warga kurang mampu seperti di wi­layah Kecamatan Rumpin dan Cigudeg. Masalah lainnya, warga juga tidak mau mengu­rus BPJS kesehatan untuk biaya berobat. Sudah banyak program yang kami berikan tetapi tetap saja tidak mampu mengatasi masalah kematian ibu dan bayi ini,” ungkap Dede.

Untuk menekan angka ke­matian, UPT Puskesmas mela­kukan pembinaan sebanyak empat kali dalam setahun khusus para bidan serta te­naga kesehatan lainnya dengan mendatangkan narasumber dari Dinkes Kabupaten Bogor. “Repot itu kalau pertolongan­nya bukan oleh tenaga kese­hatan, mereka tidak bisa me­nangani. Biasanya yang se­perti itu dateng ke rumah sakit ketika kondisinya sudah parah dan bisa menyebabkan kema­tian,” tuturnya.

Selain itu, pihaknya juga melakukan Program EMAS (Expanding Maternal and Neo­natal Survival) dari Kemenkes guna menyelamatkan ibu me­lahirkan dan bayi baru lahir, peningkatan kapasitas bidan dan 33 puskesmas menjadi 24 jam sebagai Puskesmas Pe­layanan Obstetri Neonatus Esensial Dasar (PONED). ”Tapi dua aksi itu tidak mam­pu menekan kematian ibu dan bayi,” cetusnya.

Dengan masalah itu, Dede akan menginstruksikan setiap puskemas setempat melakukan penyuluhan kepada para pa­sangan yang menikah muda untuk melakukan pemeriksa­an kandungan ke puskesmas yang ada di wilayah tersebut, termasuk jemput bola agar masayrakat memilih melaku­kan persalihan di Bidan dengan pemberian makan tambahan kepada ibu hamil.

“Kita berharap ibu hamil mau memeriksakan kesehatan di posyandu dan melakukan persalinan di bidan, sehingga risiko kematian ibu hamil menurun,” pintanya.

Sementara Sekretaris Dinkes Erwin Suryana menambahkan, sudah menjadi kodratnya seorang ibu melahirkan dan mendidikan sang anak, se­hingga sanga ibu sehat jas­mani dan rohani.

Dinkes sudah melakukan ber­bagai upaya untuk menekan angka kematian bayi dan ibu melahirkan itu melalui program kader ibu dan anak di 417 desa, pelatihan kepada bidan dan paraji yang ada di Kabupaten Bogor, Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi, per­salinan yang bersih dan aman oleh tenaga yang kompeten di bidangnya. ”Sedangkan pintu strategis ke empat adalah pe­nerapan PONED yang meru­pakan upaya terakhir untuk mencegah kematian ibu saat melahirkan,” katanya.

Ia mengatakan, masyarakat akan diajarkan untuk menge­tahui perencanaan dalam melahirkan, sehingga bisa menyelamatkan bayi dan ibu saat melahirkan. Walaupun program kader bayi dan ibu tingkat desa sudah berjalan dengan baik. namun tetap saja masih ada kejadian ke­matian bayi dan ibu melahir­kan yang belum bisa terdata karena kurangnya peka ma­sayrakat akan pentinganya kesehatan, salah satunya datang ke posyandu. “Kita harapkan di hari Ibu ini, kedepan angka kematian ibu menurun dan ibu hamil mau memeriksakan kesehatannya ke posyandu dan puskemas,” kata Erwin.

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kota Bogor Erna Nurena men­gatakan bahwa jumlah kema­tian ibu di Kota Bogor tidak terlalu tinggi. “Untuk Kota Bogor ada di angka 30 orang per 100 ribu kelahiran hidup. Jadi jum­lah pada tahun ini hingga Ok­tober masih terbilang tidak tinggi. Kalau dibandingkan tahun 2016, ada tren penurunan, ka­rena tahun lalu ada 22 kasus kematian ibu melahirkan dan 53 kematian bayi baru lahir. Artinya ada penurunan jumlah kasus,” katanya kepada Metro­politan, kemarin.

Kepala Dinkes Kota Bogor Rubaeah menerangkan, pi­haknya melakukan berbagai usaha demi meminimalisasi kasus kematian ibu dan bayi pada saat melahirkan. Di an­taranya perbaikan pelayanan di fasilitas dasar seperti pus­kesmas dan bidan serta di rumah sakit dan sistem rujukan.

“Perlu juga perbaikan pada pendampingan ibu hamil di masyarakat. Kami juga mene­rapkan program nga-Emas, singkatan dari Expanding Ma­ternal dan Neonatal Survival, yakni bentuk pendampingan ibu hamil melalui forum masy­arakat serta kader motivator KIA,” tutupnya.