BOGOR DAILY- Peringatan Hari Ibu pada 22 Desember kemarin masih menyisakan kepiluan terhadap nasib ibu di wilayah Bogor. Sebab, angka kematian ibu melahirkan sepanjang 2017 masih tinggi hingga merenggut 62 nyawa ibu.
DATA yang dihimpun Metropolitan, di Kabupaten Bogor tercatat jumlah kematian ibu sebanyak 56 jiwa. Hal ini disebabkan mengalami pendarahan pada saat melahirkan.
Sementara di Kota Bogor, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor mencatat hingga Oktober 2017 kematian ibu akibat melahirkan berjumlah enam kasus dan 43 kasus kematian bayi baru lahir.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dede Agung mengatakan, dari catatan Dinkes Kabupaten Bogor, kasus kematian ibu dan bayi setiap tahun naik 20 persen. Pada 2017 mencapai 56 kematian ibu dan 90 kematian bayi. Sedangkan angka kelahiran bayi 124 ribu, untuk angka kematian baru lahir 160 kasus. Sementara pada 2016 tercatat ada 58 kasus kematian ibu.
Mayoritas kasus kematian anak dan bayi saat melahirkan itu terjadi pada kaum ibu muda. Menurutnya, kematian ibu dan bayi lantaran banyaknya ibu hamil yang mengalami pendarahan saat dan setelah proses melahirkan. ”Kasus itu terbanyak terjadi pada warga kurang mampu seperti di wilayah Kecamatan Rumpin dan Cigudeg. Masalah lainnya, warga juga tidak mau mengurus BPJS kesehatan untuk biaya berobat. Sudah banyak program yang kami berikan tetapi tetap saja tidak mampu mengatasi masalah kematian ibu dan bayi ini,” ungkap Dede.
Untuk menekan angka kematian, UPT Puskesmas melakukan pembinaan sebanyak empat kali dalam setahun khusus para bidan serta tenaga kesehatan lainnya dengan mendatangkan narasumber dari Dinkes Kabupaten Bogor. “Repot itu kalau pertolongannya bukan oleh tenaga kesehatan, mereka tidak bisa menangani. Biasanya yang seperti itu dateng ke rumah sakit ketika kondisinya sudah parah dan bisa menyebabkan kematian,” tuturnya.
Selain itu, pihaknya juga melakukan Program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) dari Kemenkes guna menyelamatkan ibu melahirkan dan bayi baru lahir, peningkatan kapasitas bidan dan 33 puskesmas menjadi 24 jam sebagai Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatus Esensial Dasar (PONED). ”Tapi dua aksi itu tidak mampu menekan kematian ibu dan bayi,” cetusnya.
Dengan masalah itu, Dede akan menginstruksikan setiap puskemas setempat melakukan penyuluhan kepada para pasangan yang menikah muda untuk melakukan pemeriksaan kandungan ke puskesmas yang ada di wilayah tersebut, termasuk jemput bola agar masayrakat memilih melakukan persalihan di Bidan dengan pemberian makan tambahan kepada ibu hamil.
“Kita berharap ibu hamil mau memeriksakan kesehatan di posyandu dan melakukan persalinan di bidan, sehingga risiko kematian ibu hamil menurun,” pintanya.
Sementara Sekretaris Dinkes Erwin Suryana menambahkan, sudah menjadi kodratnya seorang ibu melahirkan dan mendidikan sang anak, sehingga sanga ibu sehat jasmani dan rohani.
Dinkes sudah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka kematian bayi dan ibu melahirkan itu melalui program kader ibu dan anak di 417 desa, pelatihan kepada bidan dan paraji yang ada di Kabupaten Bogor, Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi, persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga yang kompeten di bidangnya. ”Sedangkan pintu strategis ke empat adalah penerapan PONED yang merupakan upaya terakhir untuk mencegah kematian ibu saat melahirkan,” katanya.
Ia mengatakan, masyarakat akan diajarkan untuk mengetahui perencanaan dalam melahirkan, sehingga bisa menyelamatkan bayi dan ibu saat melahirkan. Walaupun program kader bayi dan ibu tingkat desa sudah berjalan dengan baik. namun tetap saja masih ada kejadian kematian bayi dan ibu melahirkan yang belum bisa terdata karena kurangnya peka masayrakat akan pentinganya kesehatan, salah satunya datang ke posyandu. “Kita harapkan di hari Ibu ini, kedepan angka kematian ibu menurun dan ibu hamil mau memeriksakan kesehatannya ke posyandu dan puskemas,” kata Erwin.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kota Bogor Erna Nurena mengatakan bahwa jumlah kematian ibu di Kota Bogor tidak terlalu tinggi. “Untuk Kota Bogor ada di angka 30 orang per 100 ribu kelahiran hidup. Jadi jumlah pada tahun ini hingga Oktober masih terbilang tidak tinggi. Kalau dibandingkan tahun 2016, ada tren penurunan, karena tahun lalu ada 22 kasus kematian ibu melahirkan dan 53 kematian bayi baru lahir. Artinya ada penurunan jumlah kasus,” katanya kepada Metropolitan, kemarin.
Kepala Dinkes Kota Bogor Rubaeah menerangkan, pihaknya melakukan berbagai usaha demi meminimalisasi kasus kematian ibu dan bayi pada saat melahirkan. Di antaranya perbaikan pelayanan di fasilitas dasar seperti puskesmas dan bidan serta di rumah sakit dan sistem rujukan.
“Perlu juga perbaikan pada pendampingan ibu hamil di masyarakat. Kami juga menerapkan program nga-Emas, singkatan dari Expanding Maternal dan Neonatal Survival, yakni bentuk pendampingan ibu hamil melalui forum masyarakat serta kader motivator KIA,” tutupnya.