BOGOR DAILY- Tidak ada musuh ataupun kawan abadi, melainkan kepentingan semata. Istilah ini terbukti jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) Bogor 2018. Duet Bima Arya dan Usmar Hariman resmi bubar setelah orang nomor satu di Kota Bogor itu mengumumkan calon pendampingnya berinisal D yang disebut sebut merupakan pejabat KPK bernama lengkap Dedie A Rachim. dari kalangan nonpartai. Kemesraan pasangan yang terkenal dengan jargon BISA saat di pilkada 2013 lalu itu tinggal kenangan, dan Usmar Hariman kini telah terbuang.
Kekompakan Bima-Usmar kini luntur sudah. Bima Arya memilih berpaling ke figur lain ketimbang memilih Usmar yang selama empat tahun telah kerja bareng membangun Kota Bogor.
Padahal jika menengok ke belakang, terpilihnya Bima Arya tidak lepas dari peran lima partai meliputi PAN, Partai Demokrat, PKB, PBB dan Gerindra.
Dengan koalisi Pandawa yang saat itu dibentuk, pasangan Bima-Usmar sanggup menyalip pasangan petahana Ahmad Rukyat-Aim Halim Hermana dengan perolehan suara 132.835 suara sah.
Namun di pilkada 2018, Bima justru memilih figur dari nonpartai, hingga membuat sejumlah partai koalisi Pandawa mundur perlahan. “Saya akan maju di pilwalkot dengan laki-laki berinisial D,” kata Bima yang juga Wakil Ketua Umum PAN.
Menurutnya, keputusan mencari pendamping ini ia lakukan berbeda pada saat pilwalkot Bogor 2013. Jika dulu ia tidak mempersoalkan sosok wakilnya karena targetnya adalah menang di Kota Bogor.
Namun saat ini ia lebih memikirkan bagaimana kondisi politik di Kota Bogor itu tetap stabil dan nyaman. “Itu paling utama. Bukan hasil elektabilitas atau survei yang dilakukan, melainkan kepuasan warga. Apalagi pilkada serentak ini jadi ukuran keberhasilan atau baramoter politik nasional,” ucapnya.
Bima juga mengaku tidak mau koalisi yang terbangun memberikan bekas mendalam bagi warga Kota Bogor seperti yang terjadi di pilkada DKI. Sehingga, ia berikhtiar koalisi yang terbangun nanti dan situasi politik yang terjadi tetap maslahat dan tidak membelah masyarakat Kota Bogor.
“Bogor itu dari tahun ke tahun tidak pernah ada persoalan. Sehingga saya harus hati-hati, khususnya dalam memilih pasangan dan koalisi. Itu jadi perhitungan yang utama,” akunya.
Bapak dua anak ini menuturkan, untuk kans teman koalisi di pilwalkot Bogor 2018 masih memungkinkan terjadi dengan Partai Demokrat Kota Bogor meski calon yang diusung bukan Usmar Hariman. Sedangkan dengan konstelasi yang terjadi di Jawa Barat (PKS-Gerindra-PAN), ada unsur yang sama dan mungkin ada yang tidak sama. “Insya Allah Demokrat masih bersama-sama. Kalau dengan Gerindra-PKS belum tentu, artinya ada yang mungkin dan ada yang tidak. Itu nantilah,” imbuhnya.
Disinggung mengenai penjaringan yang dilakukan PAN Kota Bogor, Bima menjabarkan bahwa mekanisme itu ditampung dan disampaikan ke DPP. Kemudian DPP memberikan arahan dan pihaknya pun menyesuaikan. “Namun politik itu dinamis, barangkali yang sudah mendaftar ke PAN itu sudah melakukan deklarasi duluan. Sehingga, hal itu juga harus dibaca oleh DPP. Intinya semua partai ditentukan oleh DPP. Jadi kita sesuai rekom saja,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Ketua DPC Partai Demokrat Kota Bogor Usmar Hariman mengelak untuk mengomentari hal tersebut. Sebab, menurutnya, ia belum mengetahui pasti siapa yang akan mendampingi Bima di pilwalkot Bogor 2018. “Itu kan belum jelas, inisial D. Bisa siapa saja. Bisa Den Bagus, Den Somad, Den Acu. Kalau sudah jelas, baru akan bersikap,” kata Usmar.
Disinggung jika partainya yang diambil kendaraannya tanpa mengusung kader, lagi-lagi usmar menolak menjawab. “Gimana lagi atuh. Tanya saja ke akar rumput,” ucapnya.
Namun, Usmar menambahkan, seseorang tidak boleh mempermainkan orang lain. Sebab, sakit hati seseorang itu doa dan apa pun bisa dikabul. Tidak terkecuali di dunia politik. “Kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi setelah kita kedip mata sekali pun,” ingat Usmar.
Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik, Sosial dan Politik dari Universitas STKIP Muhamadiyah, Yus Fitriadi, menilai kerenggangan antara politisi Demokrat dan PAN ini terjadi karena ambisi keduanya yang menggebu.
Dia pun memastikan bahwa hubungan antara Bima dengan Usmar akan terus bersitegang karena orientasi politik masing-masing. “Karakteristiknya seperti itu. Kecuali Usmar sangat sadar betul bahwa sejak awal terpilihnya akan bersama Bima lagi. Tapi kalau sejak awal Usmar sudah menyatakan akan maju, secara psikologis kan tidak mungkin kemudian dekat,” terangnya.
Di sisi lain, Yus menilai kerenggangan antata Bima dengan Usmar seharusnya tidak terjadi. Sebab, keduanya masih memiliki tanggung jawab untuk menuntaskan tugas-tugasnya.
“Ketika ketidakmesraan ini ditampilkan, tentu adalah perilaku yang tidak profesional, karena memang mereka belum tuntas kepemimpinannya. Masih banyak program prioritas yang belum selesai,” pungkasnya.