Saturday, 23 November 2024
HomeKabupaten BogorMembangun dari Desa

Membangun dari Desa

Oleh: Hj. Ade Yasin, SH, MH
(Calon Bupati Bogor 2018-2023)

Membangun dari desa adalah salah satu komitmen saya untuk menghadirkan pemerataan ekonomi yang berkeadilan di Kabupaten Bogor. Membangun dari desa adalah pembangunan berbasis pedesaan dengan mengedepankan kearifan lokal yang mencakup struktur demografi masyarakat, karakteristik sosial budaya, karakterisktik fisik/geografis, pola kegiatan usaha pertanian, pola keterkaitan ekonomi desa-kota, sektor kelembagaan desa, dan karakteristik kawasan pemukiman.

Fenomena perkembangan antarwilayah, meliputi wilayah yang sudah maju dan wilayah-wilayah yang sedang berkembang telah memicu kesenjangan sosial. Salah satu faktor terjadi kesenjangan karena pembangunan ekonomi sebelumnya cenderung bias kota (urban bias), sehingga dampak pemberlakuan model pembangunan yang bias perkotaan, sektor pertanian yang identik dengan ekonomi pedesaan mengalami kemerosotan. Maka jika dibandingkan dengan pertumbuhan sektor industri dan jasa, yang identik dengan ekonomi perkotaan, sektor pertanian menjadi semakin tertinggal di Kabupaten Bogor.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah sebenarnya juga sudah mencoba melakukan tindakan intervensi untuk mengurangi tingkat kesenjangan antar wilayah dengan melakukan pembangunan pedesaan. Namun, faktor-faktor kemiskinan yang terjadi di masyarakat pedesaan memang cenderung lebih bersifat struktural dibandingkan bersifat kultural. Karena itu, pembangunan konsisten yang berbasis pedesaan perlu diberlakukan untuk memperkuat fondasi perekonomian, mempercepat pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan perkembangan antar wilayah, sebagai solusi bagi perubahan sosial.

Dalam realisasinya nanti, pembangunan pedesaan memungkinkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi digerakkan ke pedesaan sehingga desa menjadi tempat yang menarik sebagai tempat tinggal dan juga mencari penghidupan. Infrastruktur desa, seperti irigasi, sarana dan prasarana transportasi, listrik, telepon, sarana pendidikan, kesehatan dan sarana- sarana lain yang dibutuhkan, harus bisa disediakan sehingga memungkinkan desa maju dan berkembang.

Skala prioritas pembangunan pedesaan yang berbasis pada pengembangan pedesaan (rural based development), meliputi: (1) pengembangan ekonomi lokal; (2) pemberdayaan masyarakat; (3) pembangunan prasarana dan sarana; dan (4) pengembangan kelembagaan.

Selanjutnya, model intervensi terhadap proses pembangunan pedesaan bertumpu pada pandangan rural urbanization yang berdasarkan pengembangan perkotaan dan pedesaan sebagai kesatuan ekonomi dan kawasan.  Selain itu juga, pengembangan kegiatan pertanian secara modern melalui mekanisasi dan industrialisasi pertanian dan penerapan standar pelayanan minimum yang sama antara desa dan kota.

Dalam intervensi pembangunan pedesaan digunakan analisis terhadap anatomi desa sehingga tidak kontraproduktif dalam merealisasikan pembangunan pedesaan. Anatomi tersebut mencakup struktur demografi masyarakat, karakteristik sosial- budaya, karakterisktik fisik/geografis, pola kegiatan usaha pertanian, pola keterkaitan ekonomi desa-kota, sektor kelembagaan desa, dan karakteristik kawasan pemukiman sehingga dalam pembangunan pedesaan berlandaskan pada kearifan lokal.

Dengan paradigma demikian, maka desa akan ditempatkan sebagai subyek pelaku pembangunan. Warga desa melalui struktur yang ada akan memiliki wewenang penuh dalam menjalankan pembangunan di desanya. Modalnya tidak main-main, selain aset dan potensi yang ada di desa juga ditambah suntikan dana desa yang jumlahnya tidak main-main.

Situasi ini akan berbeda dengan pola pembangunan desa yang dulu dijalankan. Dahulu desa dianggap hanya sebagai obyek. Selama itu pembangunan desa ditentukan oleh struktur di atas desa yakni kecamatan, kabupaten dan provinsi. Desa, sebagai pemilik kedaulatan hanya berperan sebagai penonton. Akibatnya, pembangunan desa seringkali tidak sesuai kebutuhan dan sebagian besar meleset jauh dari target yang ingin dicapai.

Membangun dari desa sejatinya memiliki banyak keunggulan karena warga desa menjadi terlibat dalam proses membangun desanya. Paradigma ini memungkinkan warga desa menentukan sendiri prioritas dan visi pembangunannya sendiri karena keputusannya dilakukan dalam Musyawarah Desa. Meski sama-sama membangun ruas jalan atau infrastruktur misalnya, hasilnya bakal berbeda karena partisipasi warga desa bakal membuat manfaat program menjadi jauh lebih besar.

Masyarakat desa juga akan terdorong menjadi mandiri dalam merumuskan langkahnya membangun kesejahteraan desa. Warga desa akan menjadi jauh lebih bersemangat menjalankan pembangunan desanya karena mereka memiliki hak dan wewenang menentukan apa yang desa mereka butuhkan. Apalagi kini mereka bisa mengelola potensinya secara Swakelola. Cara ini pun bisa menciptakan efisiensi tinggi.

Selain fisik, pembangunan di desa ke depan juga akan melingkupi masalah pemberdayaan sumber daya sehingga program-program penguatan kapasitas SDM yang dahulu dianggap tak penting akan dianggap sebagai agenda prioritas yang layak didahulukan. Perubahan yang paling menonjol adalah, desa bisa mengelola sendiri dana untuk membangun desanya dengan tenaga kerja mereka. Pengembangan produk unggulan desa, mendorong BUMDesa untuk meningkatkan kapasitas manajemen sekaligus akses pasar, pembangunan embung desa untuk mendorong produktivitas pertanian dan atau pembangunan sarana olah raga.

Terkait pengembangan produk unggulan desa, produk itu haruslah mewujud menjadi produk yang berkualitas, tidak dimiliki banyak desa yang lain dan diolah sedemikian rupa untuk bisa bersaing di pasar luas. Produk bisa saja berupa pariwisata atau sebuah desa memacu diri menjadi desa wisata karena segenap keunggulan yang dimilikinya. Pengembangan produk unggulan ini diharapkan bisa menjadi pemicu kenaikan pendapatan warga desa.

Dalam hal ini, pemerintah daerah juga akan membantu mengembangkan akses pasar (market linkage). Sebab banyak desa yang sebenarnya memiliki potensi yang hebat tetapi potensi itu belum mampu mendongkrak kesejahteraan karena warga belum mendapatkan akses pasar yang tepat. Misalnya, desa yang memiliki banyak sumber air seharusnya mengembangkan produk perikanan. Desa yang memiliki keindahan alam yang layak dijual jadi obyek wisata menjual potensinya dan menjelma diri menjadi desa wisata. Masalahnya, bagaimana potensi itu mendapatkan pasarnya. Pertimbangan pasar alias selera konsumen, segmentasi yang tepat, strategi promosi yang hebat, penguasaan akses informasi dan jaringan melalui internet misalnya, adalah beberapa hal yang harus didorong dan dikuasai warga desa sekarang ini.

Peran BUMDesa juga diharapkan menjadi lokomotif yang menggerakkan gerbong-gerbong potensi itu sehingga menjadi komoditas yang mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat. Termasuk dalam prioritas ini adalah peningkatan kapasitas manajemen, penciptaan iklim usaha yang sehat, perluasan akses pasar dan penyediaan sarana yang memudahkan masyarakat menciptakan produk yang layak saing.

Itulah prioritas yang menjadi visi saya sebagai Calon Bupati Bogor 2018-2023. Pilar membangun dari desa ini jika dijalankan dengan baik, maka akan terwujud masyarakat desa yang bukan hanya meningkat kesejahteraannya melainkan juga menopang Kabupaten Bogor menjadi maju, nyaman dan berkeadaban. (*)