Bogordaily.net – Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan bersama Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol menyegel kawasan Summarecon Bogor, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, pada Kamis 13 Maret 2025.
Dalam kesempatan itu, mereka melihat situasi dan kondisi di beberapa kawasan perumahan Summarecon Bogor, dan juga hotel Royal Tulip Gunung Geulis.
Menko Zulhas mengatakan bahwa, ada beberapa catatan yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) kepada pihak Summarecon Bogor, di antaranya dinilai melanggar aturan karena telah berdiri di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciangsana.
“Ada beberapa catatan dari KLH yang termasuk pelanggaran berat ini terdapat sungai di bendung begini sungai Ciangsana,” kata Zulhas, Kamis 13 Maret 2025.
Ia menjelaskan, jika nantinya dibiarkan kawasan tersebut berpotensi terjadi longsor karena kontur tanah yang rawan karena sering diguyur hujan dengan intensitas tinggi.
“Terjadi sedimentasi di Sungai Ciangsana karena tanahnya kalo ujan besar kan pasti nutup rumah. Itu soal waktu aja itu yang pojok pojok itu,” jelasnya.
Kemudian, beberapa tempat tidak memiliki sumur resapan sehingga berpotensi terjadinya banjir. Menurutnya, izin cut and fill di Summarecon Bogor sudah ada, Namun, izin tersebut tidak sesuai dengan pengerjaan yang dilakukan.
“Daerah yang disana tadi tidak ada biopori nya atau sumur resapan, tetapi yang paling parah itu cut and fill ada izin lingkungan tetapi tidak sesuai dengan izin pengerjaanya,” tambahnya.
Lebih lanjut, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk melakukan pengawasan an juga mencatat pelanggaran berat apa saja yang telah dilakukan oleh pihak Summarecon Bogor terhadap lingkungan.
“Oleh karena itu dibuatlah pengawasan nanti akan di detailkan oleh LH apa aja pelanggaran berat yang terjadi di Summarecon ini. Sungai nya ga jalan lagi karena tertutup,” ujar Zulhas.
Ditempat yang sama, Menteri LH Hanif Faisol menjelaskan bahwa, sejak tahun 2010 kawasan Desa Gunung Geulis, Kecamatan Sukaraja merupakan kawasan rawa yang terdiri dari berbagai ekosistem di dalamnya.
Namun, pada tahun 2022, kawasan tersebut telah beralih fungsi lahan menjadi kawasan perumahan yang hingga saat ini masih dalam tahap pembangunan.
“Dari 2010 ini kawasan dengan fungsi perlindungan ekosistem dibawahnya. Kemudian di 2022 berubah menjadi kawasan pemukiman itu bisa terlihat,” ucap Hanif.
Pihaknya kata Hanif, akan melakukan kajian lebih lanjut terkait kondisi awal hingga perubahan lanskap dari kawasan tersebut. Sehingga dapat melihat pelanggaran berat apa saja yang telah dilakukan oleh pihak pengembang.
“Jadi pada tahapan perubahan fungsi a ke fungsi b harus dilengkapi dengan kajian scientific kajian ilmiah nah kita mau lihat seberapa jauh kajian ilmiah itu mampu merubah lanskap ini,” tutur Hanif.
“Sejatinya ini adalah daerah perlindungan ekosistem dibawahnya karena dibawahnya sana ekosistem rawa sekarang jadi perumahan. Bekas ini selain hulu ini harus kita benahi,” tambahnya.
Ia menegaskan, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan segera melakukan evaluasi dengan berbagai pihak untuk dapat mengembalikan fungsi kawasan tersebut mejadi kawasan yang seharusnya.
“Nggak boleh, kalo yang ini kita hentikan dulu kalo perumahan ngga apa apa sambil kita evaluasi detail karena perlu para ahli untuk mengarahkan apa yang perlu kita lakukan bersama. Tetapi kita sepakat ini kita kembalikan fungsinya,” ungkap Hanif.***
(Albin Pandita)