BDN – Imbas pembongkaran Pedagang Kaki Lima (PKL) sepekan lalu berdampak pada terganggunya puluhan pedagang yang hanya bergantung pada berniaga. Sebanyak 45 lapak diratakan dengan tanah oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor atas permohonan PD Pasar Tohaga. Tak ada perlawanan dari pedagang saat itu. Mereka hanya bisa pasrah tatkala ’periuk nasi’ mereka harus dirobohkan. Padahal, seluruh lapak tersebut milik warga Cisarua alias masyarakat sekitar.
Meski begitu, eks pedagang tersebut masih menunjukkan rasa tanggung jawabnya pada kebersihan lokasi yang dulu ditempati dengan membersihkan drainase di sepanjang lapak yang dibongkar. ”Sejak dulu kami selalu perhatikan kebersihan lingkungan tempat berjualan, hari ini (kemarin, red) para pedagang gotong-royong membersihkan selokan,” ungkap pedagang yang tergabung dalam paguyuban Pedagang Kaki Lima Sodetan (PPKS) Pasar Cisarua, Dandan.
Berbagai keluhan PKL Pasar Cisarua juga dikatakan Ujang. Sejak lapaknya dibongkar, ia terpaksa menganggur dan tidak berpenghasilan. ”Saya bingung mau kerja apa, padahal anak saya perlu biaya sekolah,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua PPKS Pasar Cisarua, Utek, mengaku prihatin dengan kondisi rekan seprofesinya. Menurut dia, berdagang adalah mata pencaharian utama mereka. Untuk membeli kios perlu pertimbangan matang, karena biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.
”Kami mohon pemerintah memahami nasib kami. Kami hanya mencari makan dengan berjualan. Kalau ada lahan yang kami pakai milik pemerintah, kami mohon kebijaksanaannya,” harapnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Cisarua yang juga ketua Komunitas Penggerak Pariwisata (Kompepar) Kabupaten Bogor Teguh Mulyana mengaku miris dengan dibongkarnya lapak PKL tersebut. ”Mereka adalah warga Cisarua yang mencari nafkah di Cisarua. Seharusnya sih ada solusi lain daripada pembongkaran,” pungkasnya.