BOGOR DAILY – Rencana rapid tes Virus Korona (Covid-19) bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), mendapatkan sorotan dan penolakan dari berbagai pihak. Salah satunya dari Pengamat Kebijakan Publik, Yusfitriadi.
Ia mengatakan, di tengah kabar duka ini tidak sepatutnya anggota DPR beserta keluarganya menjalani rapid test Virus Korona dalam waktu dekat ini. Tentunya kata Yus, total pesertanya diperkirakan mencapai 2000 an orang. Jumlah ini tak bisa dibilang sedikit.
“Belum lagi, hampir semua yang masuk dalam rombongan anggota DPR ini tidak sedang mengalami gejala terjangkit Virus Korona. Mereka hanya dikejar oleh rasa takut yang keterlaluan kalau-kalau virus mematikan itu sudah menjangkiti dirinya. Padahal jelas-jelas rapid test ini diprioritaskan bagi warga yang sudah menyandang status ODP dan PDP,” katanya kepada Bogordaily.net, melalui pesan WhatsApp, Selasa (24/3/2020).
Tentu saja, Yus menyayangkan hal tersebut dan bahkan jengkel. Sebab, di tengah situasi serba minim yang saat ini dihadapi, baik karena lambannya gerak Pemerintah dalam proses penanganan Korona, termasuk kelangkaan alat medis untuk petugas medis sendiri.
“Anggota DPR beserta keluarga justru ingin diistimewakan. Pengistimewaan ini menambah luka warga masyarakat kita. Masyarakat kita, khususnya mereka yang berada di zona merah Covid-19, belum terlayani dengan semestinya, kini mereka melihat dengan mata telanjang, para wakil mereka seperti diutamakan dalam pelayanan ini,” kesalnya.
Ia meminta kepada Pemerintah Pusat, agar pelaksanaan rapid test anggota DPR beserta keluarganya itu dibatalkan. Jika ada anggota DPR yang mengalami gejala terpapar Virus Korona, maka sebaiknya berinisiatif sesuai dengan petunjuk protokol penanganan Covid-19 yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
“Saat ini, berbagai elemen masyarakat tengah membangun semangat solidaritas untuk mengatasi pandemi korona, diantaranya dengan melakukan penggalangan dana demi bisa membantu tenaga medis dalam mendapatkan Alat Pelindung Diri (APD) yang memang masih jauh dari yang dibutuhkan,” pintanya.
Apalagi, terhitung sampai tanggal Senin 23 Maret 2020, jumlah orang yang terinveksi virus Covid-19 di Indonesia mencapai 579 kasus. 49 diantaranya meninggal dunia, termasuk didalamnya ada enam orang dokter yang terlibat secara langsung menangani pasien positif Korona. (Andi).