BOGORDAILY – Universitas Airlangga (Unair) Surabaya tengah mengembangkan vaksin berbasis protein rekombinan untuk virus corona. Namun Unair membutuhkan waktu cukup lama uji berbagai proses yang harus dilaui, seperti uji klinis.
Anggota Tim Riset Covid-19 Unair, Prof Dr Ni Nyoman Tri Puspaningsih MSi mengatakan, vaksin yang dikembangkan terdapat protein antigen dari virus corona pasien Indonesia. Ada pun empat komponen struktur corona utama yang digunakan.
“Membrane Glycoprotein (M), Envelope Protein (E), Spike Protein (S) dan Nucleocapsid Protein (N). Kita mendesain rekombinan itu macam-macam jenis vaksinnya. Bisa protein rekombinan, bisa sit vaksin, banyak angka yang bisa dikerjakan,” kata Nyoman di Gedung Rektorat Unair, Kamis (2/4/2020).
Dalam proses pengembangan vaksin corona, Unair tak bekerja sendiri. Melainkan saling berbagi tugas dengan riset konsorsium nasional.
“Unair buat protein rekombinan. Ini kita dengan TDC whole genomnya juga diperuntukkan pasien Indonesia. Kita inginnya membuat alat vaksin yang cocok untuk pasien Indonesia yang terinfeksi. Karena bisa jadi virusnya bisa terjadi mutasi,” jelasnya.
“Kita ingin dapat sikuen dari pasien Indonesia. Ini juga tidak bekerja sendiri tapi nasional,” tambahnya.
Namun, Nyoman mengatakan whole genomnya belum ada untuk pasien Indonesia. Sedangkan pasien di luar negeri sudah ada semua, tapi di luar negeri sudah membuat untuk negaranya dengan ciri khas masyarakatnya.
“Kalau kita buat yang sama kan nggak ada gunanya,” katanya.
Adapun perbedaan mutasi sikuen urutan dari basa-basa nukleotida. Terdapat juga empat bahasa utama, yaitu adenina, guanine, RNA sitosol dan urasil.
“Mereka kan saling bervariasi dalam urutannya. Nah variasi itu RNA virus karena dia (virus) nggak punya peran ketepatan membaca pada urutan-urutannya. Sehingga mudah sekali dia termutasi. Makanya dari hewan bisa ke manusia, dia berubah sesuai sel inangnya,” urai Nyoman.
Mutasi itu akan terpengaruhi dari virusnya sendiri. Karena virus tidak memiliki ketepatan baca untuk hidup survive secara alami.
“Kalau dia mau survive dia harus di sel inang yang baru. Virus itu cepat sehingga kalau mutasinya terjadi cepat kita ingin tahu di Indonesia perbedaannya dengan China, Eropa dan lainnya,” pungkasnya.