BOGORDAILY – Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi untuk mencegah Penyebaran Corona atau COVID-19. Kritik muncul pada salah satu pasal yang mengatur tentang operasional ojek selama PSBB.
Dalam Permenhub yang diteken Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan itu, pada Pasal 11 ayat 1 poin C menyebutkan sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang. Lalu pada poin D dijabarkan kalau dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.
Mengacu Permen tersebut, juru bicara Kemenhub Adita Irawati membenarkan kalau ojek maupun kendaraan pribadi bisa angkut penumpang. “Iya dengan syarat-syarat yang sudah ditetapkan di situ. Semua ojek, sepeda motor di situ kategori sepeda motor baik itu ojek maupun kepentingan pribadi makanya ada kata-kata pelayanan masyarakat maupun pribadi itu boleh mengangkut penumpang. Di situ ada persyaratannya,” kata juru bicara Kemenhub Adita Irawati saat dihubungi, Sabtu (11/4).
Beda aturan dalam satu Pasal itu kemudian menuai kritik. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 itu kontradiktif dengan pasal lainnya di Permenhub. Selain itu, menurut Djoko, aturan dalam Permenhub tersebut terkesan ambigu. Sebab, tak dijelaskan yang dimaksud dengan ‘kepentingan masyarakat’.
“Bertentangan dengan aturan sebelumnya dan aturan dalam Permenhub itu sendiri serta prinsip physical distancing (jaga jarak fisik). Ada kesan ambigu di Permenhub No 18 Tahun 2020 (pasal 11. D)” kata Djoko dalam keterangan tertulis, Minggu (12/4/2020).
Djoko mempertanyakan soal pengawasan dan teknis pemeriksaan suhu tubuh apabila ojek dan ojek online diizinkan mengangkut penumpang selama PSBB. Dia tak yakin implementasi pencegahan COVID-19 bisa berjalan baik jika tanpa pengawasan petugas di lapangan.
Dia juga mengatakan, juga mengatakan, jika izin untuk ojek angkut penumpang diterapkan, itu menimbulkan potensi keirian terhadap moda transportasi lain, sehingga aturan menerapkan jaga jarak fisik pengguna sepeda motor tak terjadi.
Untuk itu, dia menilai Permenhub Nomor 18 tahun 2020 perlu direvisi atau dicabut. Apalagi, lanjut Djoko, dalam Pasal 92 UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juga mengatur sanksi pidana hingga denda Rp 100 juta bagi orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
“Sebaiknya segera cabut dan revisi Permenhub. Nomor 18 Tahun 2020. Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah virus Corona (Covid-19) yang cukup melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini,” jelas dia.
Sementara itu, pihak Kemenhub menegaskan aturan itu tak bertentangan. Staf Ahli Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi Menhub Umar Aris memaparkan, aturan Pasal 11 ayat 1 poin C sudah dikoordinasikan dengan Kementerian Kesehatan.
“Pasal 11, satu hal yang harus kita baca, bahwa yang kita dahulukan dalam pengaturan ini Pasal 11 Ayat 1 poin c itu justru kita menginspirasi dan bertanggung jawab terhadap semangat yang sama, terbukti ini yang menjadi awal sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang, itu kita semangat sama dengan Peraturan Menteri Kesehatan dan itu tidak bertentangan,” kata Umar dalam konferensi pers, Minggu (12/4/2020).
“Ini tercermin bahwa kita rumuskan dalam butir D ‘dalam hal tertentu’, tentu ini bukan menggantung ya, improvisasi di lapangan, bisa saja kalau perkembangan tertentu atau masukan untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan pribadi, tapi rambu-rambunya harus dibaca juga bahwa aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB, melakukan desinfeksi, menggunakan masker,” jelas Umar.
“Dalam arti kata, ketika dalam suatu daerah menerapkan PSBB atau bapak polisi menemukan di jalan orang (naik motor) berdua, sepanjang dia tidak memenuhi kaidah-kaidah protokol yang terdapat di butir D tentu ini adalah pengambilan keputusan di lapangan, tetapi peraturan transportasi membuka ruang, kan ada juga di daerah lain yang alhamdulillah belum PSBB.,” sambungnya.