BOGORDAILY – Dinas Pendidikan DKI Jakarta meminta pendaftar penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi RW melapor diri hari ini. Jalur zonasi RW hanya dibuka pada 4 Juli.
Jalur yang diklaim sebagai alternatif dari jalur zonasi diperkirakan tidak akan mengakomodir jumlah peserta didik yang akan mendaftar. Edy, warga yang tinggal di RW 13, Kelurahan Utan Kayu Selatan, mengaku sekolah negeri untuk jenjang SMP dan SMA, di RW tempat ia tinggal tidaklah banyak. Beda halnya jika zonasi berdasarkan kelurahan.
Edy mengaku, keluarganya yang hendak masuk jenjang SMP sesuai zonasi RW tidak masuk karena sudah melebihi kuota sekolah.
“Kalau untuk wilayah kelurahan, SMP dan SMA banyak, tapi untuk RW susah. Cucu saya saja tidak lolos masuk SMP 97,” kata Edy kepada merdeka.com, Senin (6/7).
“Yang daftar banyak, dan kuotanya juga terbatas,” sambungnya.
Saat ini, Edy belum memiliki sekolah alternatif bila cucu tereliminasi dari jalur zonasi bina RW.
“Belum tahu saat ini,” ujar singkatnya.
Sementara itu, Kepala Sub Bagian Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sonny Juhersoni, mengatakan untuk jumlah pendaftar di jalur zonasi bina RW masih dalam tahap rekap. Sekaligus menunggu para pendaftar melapor diri sebelum resmi ditutup pada 6 Juli pukul 16.00 WIB.
“Info dari Pustadikom data masih berproses,” kata Sonny.
Sebelumnya Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai pembukaan Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui jalur zonasi bina RW sekolah, hanya akan menimbulkan masalah baru.
Wasekjen FSGI, Satriawan Salim, menilai seharusnya pendaftaran PPDB diberlakukan berdasarkan cakupan dari kelurahan, bukan RW. Karena tidak semua RW memiliki sekolah negeri, khususnya SMP dan SMA.
“Tapi ketika basis pendaftarannya adalah zonasi berdasarkan RW bukan kelurahan, maka ini justru akan menjadi masalah baru. Sebab tak semua RW memiliki sekolah negeri, khususnya SMP dan SMA. Kecuali taman bermain, memang banyak,” kata Satriawan di Jakarta, Sabtu (4/7).
Dia menyarankan solusi kepada Dinas Pendidikan DKI untuk lebih baik melakukan pendataan berapa jumlah calon siswa yang tertolak karena faktor usia yang masih dalam satu zona kelurahan.
“Karena pemetaan dan pendataan ulang sangat penting, untuk dibandingkan dengan berapa jumlah ketersediaan rombel (rombongan belajar) setelah ditambah empat siswa per kelas itu, apakah akan meng-cover atau tidak,” tuturnya.
Selain itu, lanjutnya, Pemprov juga harus mulai memikirkan sejumlah opsi untuk mengatasi permasalahan pada PPDB. Termasuk upaya untuk membangun sekolah-sekolah SMA atau SMK baru yang harus dilakukan mulai saat ini.
“Solusi jangka panjang bagi persoalan PPDB DKI adalah, menambah jumlah kelas di satu sekolah atau membangun sekolah negeri yang baru khususnya SMA dan SMK adalah solusi terbaik. Dalam lima tahun terakhir DKI memang tidak membangun SMA negeri yang baru,” imbuh Satriawan.