BOGOR DAILY- Pemerintah Kota terus berupaya untuk mengembangkan urban farming. Langkah itu, sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan di tengah penyusutan lahan di Kota Bogor. Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto melihat, pertanian perkotaan memiliki potensi untuk meningkatkan perekonomian warga Kota Bogor di tengah dampak pandemi Covid-19.
Selain itu, Bima mengatakan, urban farming juga dapat menjadi alternatif pilihan bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Bogor. Saat ini, Kota Bogor telah memanfaatkan lahan yang terpakai di sekitar rumah untuk di kembangkan menjadi urban farming.
Lahan itu kemudian ditanami sayuran, buah-buahan, maupun empang ikan, hingga peternakan. Bima mencontohkan, di Bandung pertanian perkotaan dikembangkan dengan memanfaatkan lahan di gang untuk di tanami sayuran. Karena itu, dia menyakini, di Kota Bogor dapat lebih berkembang melebihi Bandung.
“Di Bogor ini banyak lahan-lahan, didukung cuaca dan kedekatan Jakarta. Demand-nya tinggi. Setiap akhir minggu kita kedatangan orang Jakarta yang ingin sehat,” ujar Bima di Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Rabu (15/7).
Bahkan, Bima mengatakan, urban farming di Kota Bogor dapat menarik minat Bank Indonesia Jawa Barat untuk menjadikan proyek percontohan. Demikian, dia berharap, urban farming di Kota Bogor dapat menjadi percontohan secara nasional. “Ini potensi yang luar biasa dan dilirik BI, makanya menjadikan Bogor sebagai pilot projek untuk percontohan urban farming,” kata dia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor dalam angka tahun 2018, lahan sawah hanya 320,7 hektare dari total 11.850 hektare.
Namun, dengan adanya urban farming, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bogor Annas S Rasmana mengatakan, setidaknya terdapat 24 lokasi urban farming binaan yang telah berjalan.
Terlebih, DKPP juga sedang mengembangkan pertanian perkotaan pada 107 komunitas wanita tani. Ke depan, Anas berharap, dapat diterbitkan peraturan Wali Kota yang dikhususkan untuk mengatur aktivitas pertanian perkotaan di area hotel dan mal. Demikian, pertanian perkotaan di Kota Bogor dapat semakin berkembang.
“Nantinya di atas hotel, di atas gedung mal bisa dilihat aktivitas urban farming. Kami juga mendatangi pemilik lahan pekarangan yang tidak produktif agar bisa diubah menjadi produktif,” ujar Annas. Kepala Perwakilan (KPw) BI Provinsi Jawa Barat Herawanto menjelaskan, daya beli masyarakat di Jawa Barat menurun akibat pandemi Covid-19. Sampai saai ini, ia mencatat ekonomi Jawa Barat tumbuh melambat sebesar 2,72 persen.
Herawanto menjelaskan, kondisi itu dipengaruhi lambatnya konsumsi rumah tangga yang mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat. Secara otomatis, dunia usaha juga menurunkan produksinya. Selain itu, dia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi di Jabar sangat tergantung pada aktivitas eksternal salah satunya ekspor. Namun, ketika pasar ekspor terganggu, maka pertumbuhan ekonomi di Jabar terganggu.
“Tapi jangan berpikir hanya ekspor yang berdampak, tapi perusahaan ini kan punya karyawan dan ribuan keluarga,” kata Herawanto.
Saat diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Kota Bogor menjadi salah satu daerah yang paling terdampak. Pasalnya, Herawanto menilai, sumber perekonomian Kota Bogor berasal dari kunjungan wisatawan.
BI Jawa Barat mendorong warga Kota Bogor memenuhi kebutuhan secara mandiri melalui pemanfaatan pertanian perkotaan. Lebih luas, lanjut dia, aktivitas pertanian perkotaan dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan guna menopang konsumsi dan kesejahteraan masyarakat.