Friday, 26 April 2024
HomeKota BogorKekayaan STS Capai Rp85 Miliar,15 Kali Harta Bima Arya

Kekayaan STS Capai Rp85 Miliar,15 Kali Harta Bima Arya

BOGOR DAILY- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merilis harta kekayaan calon kepala daerah yang turut meramaikan bursa pilwalkot Bogor 2018. Sugeng Teguh Santoso menjadi salah satu calon kepala daerah pemilik harta terbanyak di Kota Bogor. Bahkan kekayaannya mencapai 15 kali lipat dari petahana, Bima Arya.

Data yang dihimpun dari laman resmi kpk.go.id, delapan calon kepala daerah Kota Bogor sudah melampirkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Adapun rinciannya, untuk calon wali kota, Bima Arya memiliki kekayaan terbesar dari ketiga pesaingnya dengan nilai kekayaan sebesar Rp5.591.250.000. Dilanjutkan, Dadang Iskandar Danubrata sebesar Rp4.092.124.931. Kemudian, Achmad Ru’yat sebesar Rp3.375.168.624. Terakhir, Edgar Suratman sebesar Rp2.842.625.259.

Sedangkan, untuk calon wakil wali kota, Sugeng Teguh Santoso menjadi calon kepala daerah yang memiliki kekayaan paling besar senilai Rp85.635.427.591. Kemudian, Dedie A Rachim sebesar Rp11.162.742.440. Lalu, Zaenul Mutaqin sebesar Rp3.461.084.999. Terakhir, Sefwelly Ginanjar Djoyodiningrat sebesar Rp887.970.431.

Sementara, laporan yang disampaikan masing-masing calon pun bervariasi. KPK mencatat calon yang melaporkan pada Senin (8/1) adalah Achmad Ru’yat, Dadang Iskandar Danubrata, Dedie A Rachim, Sugeng Teguh Santoso dan Zaenul Mutaqin. Lalu, pada Selasa (9/1) adalah Bima Arya dan Edgar Suratman. Terakhir, pada Rabu (10/1) adalah Sefwelly Ginanjar Djoyodiningrat.

Menanggapi hal itu, calon wakil wali kota Bogor, Sugeng Teguh Santoso, menjelaskan secara rinci alasan aset atau harta yang dimilikinya begitu besar. Yakni profesinya selama 27 tahun sebagai advokat yang berhak mendapatkan jasa hukum dari klien dengan nilai yang berdasarkan kesepakatan.

“Artinya, klien kaya akan dikenakan jasa hukum besar, sementara mereka yang miskin, tidak mampu serta terlanggar haknya mendapatkan layanan cuma-cuma,” kata lelaki yang akrab disapa STS ini.

STS mengaku sejak kecil diajarkan hidup hemat dan menabung. Sehingga setiap penghasilan yang didapatnya nyaris sebesar 75 persenya disimpan dalam bentuk aset tanah yang ada dibeberapa lokasi berbeda seperti di Kota dan Kabupaten Bogor, Jakarta dan Jogjakarta.

“Saya beli dan dapatkan (tanah) dengan nilai rendah saat itu dan sekarang mengalami kenaikan. Sehingga ketika dijumlah kemungkian bernilai Rp85 miliar lebih. Saya juga tidak suka mobil mewah, pakaian mewah, serta asesoris mewah. Bahkan hobi saya murah meriah dan maslahat, yaitu bertani yang bisa memberikan sumber hidup buat petani lainnya,” ujarnya.

Terpisah, Pengamat Politik Yusfitriadi menjelaskan bahwa dalam kontek dunia politik, keberadaan uang tidak bisa dihindarkan. Bahkan posisinya sangat penting. Darimanapun sumbernya, pasti berbentuk uang, barang maupun jasa (biaya operasional politik). Akan tetapi, uang tersebut bukanlah segalanya dalam urusan politik. Sebab perilaku pemilih saat ini sudah sangat kompleks. Artinya, ada pemilih loyalis yang bahkan berkorban untuk kepentingan paslon atau parpol. Ada juga yang pemilih yang rasional dan cersdas. Sehingga mereka menentukan pilihan didasarkan figur yang progressif dan diyakini akan membawa perubahan. “Menurut pandangan saya, para kontestan yang memiliki dana besar bukanlah sebagai penentu kemenangan. Karena ada juga pemilih yang hanya mengambil uang atau barang pemberian paslon atau parpol tapi tidak untuk memilih paslon atau parpol itu,” kata Yus.

Sehingga, Yus menilai jika kontestan yang memiliki lebih banyak uang tidak serta merta akan memenangkan konstelasi di pilkada serentak Kota Bogor 2018 ini. Karena, pemilih tradisional pun akan lebih terpengaruh dengan investasi sosial dan politik yang panjang ditengah-tengah masyarakat sebagai stakeholder politik besar.

“Kalau saya merasa finansial itu ada diurutan keempat untuk memenangkan paslon. Karena pertama ada investasi sosial dan politik yang sangat panjang dan berkesinambungan. Kedua, figur yang populis dianggap bersih dari perilaku yang menggangu pisikologis masyarakat untuk menentukan pilihan. Ketiga, bersentuhan langsung dengan masyarakat melalui tatap muka,” tutupnya.