Thursday, 16 May 2024
HomeBeritaUsulan Sekolah Sampai Jumat Tuai Pro Kontra, Ini Kata MUI

Usulan Sekolah Sampai Jumat Tuai Pro Kontra, Ini Kata MUI

BOGOR DAILY– Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy akan menerapkan kebijakan sekolah hanya Senin hingga Jumat di tahun ajaran baru nanti. Majelis Ulama Indonesia () meminta Mendikbud mengkaji kembali kebijakan tersebut.

meminta kepada Kemendikbud untuk mengkaji kembali kebijakan sekolah lima hari,” kata Wakil Ketua Umum Zainut Tauhid Sa'adi dalam keterangan tertulis, Minggu (11/6/2017).

Zainut mengaitkan kebijakan Mendikbud ini dengan pendidikan madrasah diniyah dan pesantren yang biasanya baru dimulai sepulang sekolah reguler. Zainut khawatir pendidikan keagamaan tersebut akan gulung tikar padahal telah berkontribusi besar bagi penguatan nilai-nilai agama hingga pembentukan karakter siswa.

“Dengan diberlakukannya pendidikan selama delapan jam sehari dapat dipastikan pendidikan dengan model madrasah ini akan gulung tikar. Padahal keberadaannya masih sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat,” ujar Zainut.

“Saya tidak bisa membayangkan berapa jumlah madrasah diniyah yang dikelola secara mandiri dan sukarela oleh masyarakat akan tutup. Berapa jumlah pengajar yang selama ini mendidik anak siswa dengan ihlas tanpa pamrih akan kehilangan ladang pengabdiannya. Hal ini sangat menyedihkan dan akan menjadi sebuah catatan kelam bagi dunia pendidikan Islam di negeri yang berdasarkan Pancasila,” jelasnya.

Faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah ketersediaan tenaga pengajar hingga fasilitas penunjang seandainya jam sekolah Senin sampai Jumat diperpanjang. Jika tidak, dikhawatirkan hal tersebut justru akan membuat peserta didik menjadi jemu dan stres.

“Jika tidak ada sarana pendukung yang memadai dan pengajar yang cukup, alih-alih dapat terbangun suasana kegiatan belajar mengajar yang kondusif, anak didik bisa belajar dengan tenang, senang dan nyaman selama delapan jam. Justru yang terjadi adalah anak didik akan menjadi jemu dan stres,” tutur Zainut.

Zainut menambahkan, seandainya kebijakan tersebut akan tetap diterapkan, maka sebaiknya diberlakukan secara bertahap dan selektif.

“Misalnya hanya diberlakukan bagi sekolah yang sudah memiliki sarana pendukung yang memadai. Sedangkan bagi sekolah yang belum memiliki sarana pendukung tidak atau belum diwajibkan. Serta kebijakan tersebut tidak diberlakukan untuk semua daerah dengan tujuan untuk menghormati nilai-nilai kearifan lokal,” pungkasnya.