BOGOR DAILY– Jelang Pilkada Kota Bogor, fenomena politik uang jadi obrolan sejumlah politisi. Inipula jadi sorotan Wakil Ketua DPRD Kota Bogor Jajat Sudrajat. Menurutnya, politik uang di tiap gelaran Pilkada memang benar adanya.
“Pemilih dengan tigkat ekonomi dan pendidikan rendah menjadi pemicu money politik. Hal ini biasanya lebih rentan di wilayah pedesaan. Lain halnya di perkotaan yang lebih memilih calon berdasarkan figur tanpa embel-embel materi,” kata dia, Minggu (20/8/2017).
Politisi PKS ini menilai, cara untuk meminimalisir politik uang dalam event-event politik adalah dengan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat, salah satunya dengan komitmen demokrasi.
“Demokrasi kerakyaatan ditentukan dengan komitmen anggaran, kalau komitmen anggaran fokus ke pada kerakyataan maka money politik bisa ditekan,” tambahnya.
Untuk itu, lanjut Jajat, dibutuhkan komitmen semua pihak, baik wali kota maupun pemimpin partai politik dalam menekankan persoalan tentang politik uang ini.
“Komitmen juga harus dari para pendidik yang tidak henti-hentinya mengedukasi kepada masyarakat agar tidak melakukan money politik. Dengan komitmen itu bisa menekan money politik,” terangnya.
Sementara itu, Ketua KPU Kota Bogor, Undang Suryatna mengatakan, undang-undang telah menyatakan ada unsur pidana, paling sedikit 36 bulan paling lama 42 bulan. Dengan denda Rp 200 juta atau denda Rp 1 miliar paling tinggi.
“Itu untuk perorangan ataupun partai politik. Sebetulnya undang-undang sudah membarikade. Saya kira sanksi pidana kalau betul-betul diterapkan, ke depan tidak akan terjadi lagi,” ujarnya.