Monday, 20 May 2024
HomeKabupaten BogorDuit Belanja Pemkab Bogor Bengkak Rp1 Triliun

Duit Belanja Pemkab Bogor Bengkak Rp1 Triliun

BOGOR DAILY– Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan 2017 Kabupaten Bogor membengkak hingga Rp1,083 triliun. Tiga dinas dituding sebagai penyebab anggaran mengalami defisit. Kondisi ini bisa berdampak pada buruknya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dalam melayani masyarakat.

Pembengkakan anggaran yang cukup memprihat­inkan mengundang perhatian Komite Pemantau Legislatif (Kopel). Seperti diketahui, pada pembaha­san terjadi peningkatan signifikan pada pos belanja daerah. Pembengkakan dari Rp6,5 triliun menjadi Rp7,7 triliun.

Kenaikan itu pun tidak diikuti naiknya pos penda­patan daerah hingga menimbulkan defisit Rp1,083 triliun. Inilah yang dianggap target Rencana Pembangu­nan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) terancam tak tercapai. Kenaikan paling besar terjadi pada kom­ponen belanja langsung yang mencapai Rp4,45 tri­liun, naik sebesar Rp958 miliar dari APBD murni Rp3,5 triliun. Sementara komponen belanja tidak langsung juga naik Rp1,39 miliar dari Rp3,063 triliun menjadi Rp3,32 triliun yang dis­umbangkan naiknya belanja pegawai.

Koordinator Divisi Advokasi Anggaran Kopel Anwar Razak menilai, tingginya defisit ini su­dah dapat dikatakan tidak wajar. Sebab, defisit anggaran men­capai 17,8 persen dari penda­patan daerah yang berarti me­lebihi batas aturan defisit se­suai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132 Tahun 2016.

“Defisit APBD menurut PMK hanya pada batasan 2,5 persen sampai 5,25 persen. Apabila sudah melebihi batas, maka ang­garannya sudah berada di atas batas kewajaran,” katanya.

Menurut dia, PMK pada da­sarnya mengatur kemampuan keuangan daerah dalam me­nanggung kebutuhan belanja. Bila lebih dari hitungan tersebut, maka akan berimplikasi pada naiknya beban keuangan daerah dan mengancam daerah dari lilitan utang di akhir tahun ang­garan.

“Implikasi jangka panjang juga mengancam daerah. De­fisit yang besar berarti be­lanja yang jauh lebih besar dibanding besarnya penda­patan daerah. Ini berarti mem­buktikan kemampuan penda­patan daerah terbatas,” ujarnya.

Sehingga apabila belanjanya sudah di luar kewajaran, lanjut dia, maka utang daerah khus­usnya pada pihak ketiga akan muncul dan tak dapat terbay­arkan pada tahun anggaran ini. Bahkan ini dapat berimplikasi pada beban berkepanjangan hingga terjadinya kebangkrutan daerah.

“Bila utang daerah besar ma­ka akan berimplikasi pada be­lanja langsung yang semestinya dinikmati masyarakat lewat pelayanan publik seperti layanan kesehatan dan pendidikan,” imbuhnya.

Anwar meyakinkan bagaima­napun implikasi nyatanya bila ini dipaksakan maka pelayanan publik akan semakin memburuk. Sebab belanja langsung yang seharusnya ke publik malah tersedot pada belanja yang tidak terencana dan tidak prioritas.

“Karena nantinya akan diguna­kan untuk menutupi defisit keu­angan daerah. Sekitar 6,265 ruang kelas yang sedang rusak sedang dan berat terancam tidak selesai. Kasus gizi buruk dan gizi kurang terancam tidak dapat dituntaskan. Begitu pula dengan angka kemiskinan yang ditarget RPJMD akan turun hingga lima persen di akhir periode sulit tercapai,” bebernya.

Sementara itu, Sekretaris TAPD di Syarifah So­fiah mengaku akan merumuskan penutupan defisit sebesar Rp1 triliun tersebut. Bahkan, pos belanja langsung paling besar dari tiga dinas, yakni Dinas Pe­kerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Bo­gor, Dinas Pendidikan (Disdik) serta Dinas Kesehatan akan dievaluasi kembali.

“Nanti Jumat (hari ini) dilanjut­kan penyelarasan pembahasan antara TAPD dengan Badan Anggaran (Banggar). Kita juga akan mengkaji lagi pos belanja milik ketiga dinas itu,” katanya.