Friday, 19 April 2024
HomeKabupaten BogorTubuh Kecilnya Hancur Dibom

Tubuh Kecilnya Hancur Dibom

BOGOR DAILY-Nama Hatf Saiful Rasul, seorang santri asal Bogor belakangan jadi perbincangan. Di usianya yang baru 11 tahun, Hatf sudah memutuskan ikut ke Suriah. Ia meminta izin sang ayah bergabung dan berperang di bawah bendera kekhalifahan Negara Islam Irak dan Suriah ().

Hatf mengutarakan keinginannya itu kala mengunjungi sang ayah, yang mendekam dalam penjara berkeamanan maksimum, saat masa libur belajar di sebuah pesantren di daerah Pesantren Ibnu Mas'ud, Bogor, Jawa Barat.

Begitulah pengakuan sang ayah, Syaiful Anam, yang mencatat kisah tersebut dan memublikasikannya melalui laman daring, dan dikutip oleh worldnewsml.com. Hatf menuturkan kalau sejumlah santri dan gurunya di Pesantren Ibnu Mas'ud juga ikut berperang dengan di Suriah.

Ia lantas mendeskripsikan bahwa pesantren tempat anaknya menimba ilmu itu adalah “kamerad (teman perjuangan) seideologis dengan kami.”

Hatf pergi ke palagan Suriah bersama kelompoknya tahun 2015. Di Suriah, ia digabungkan bersama gerombolan asal Prancis oleh komandan . Namun, Hatf  tak lama berperang. Ia dinyatakan tewas terkena serangan udara militer Bashar Al Assad, di Kota Jarabulus, 1 September 2016, satu tahun setelah pergi ke Suriah.

“Tubuh kecilnya dihancurkan bom. Aku tak merasa sedih atau kehilangan, karena Insya Allah, putraku mati syahid,” tukasnya.

“Tapi sebagai seorang ayah, ada kesedihan terbatas yang kurasakan. Kesedihan yang sama seperti ayah-ayah lainnya yang telah kehilangan anak tercintanya,” tambahnya.

Sementara itu, berdasarkan dokumen resmi pemerintah dan wawancara dengan aparat kontraterorisme serta mantan jihadis, Haft adalah satu dari 12 orang dari Pesantren Ibnu Mas'ud yang pergi ke Suriah pada periode 2013-2016. Dari 12 orang itu, 8 di antaranya guru dan 4 murid.

Namun, Jumadi, Juru Bicara Pesantren Ibnu Mas'ud, membantah pesantrennya merupakan basis pendukung ataupun kelompok militan lainnya yang menginterpretasikan Islam secara radikal.

Ia mengakui Hatf pernah menjadi santri di pesantrennya. Namun, Jumadi mengklaim tak tahu aktivitas Haft setelah keluar dari sekolah tersebut.

Ia juga menjawab secara diplomatis ketika dipertanyakan sikap pesantren terhadap gerakan Islam fundamentalis yang memilih jalan peperangan.”Tentang hal itu, perlu diskusi lebih lanjut untuk menjawabnya,” tandasnya.